Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Tri Koro Dharmo: Sejarah Berdirinya, Perkembangan, dan Bentuk Perjuangan



Tri Koro Dharmo adalah sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, dan Sudarno pada tanggal 7 Maret 1915. Tujuannya adalah untuk mendidik para pemuda yang akan menjadi pemimpin masa depan Indonesia. Tri Koro Dharmo menjunjung tinggi tiga tujuan mulia: sakti (kekuatan), budi (kebijaksanaan), dan bakti (pelayanan).

Sejarah Berdirinya Tri Koro Dharmo

Sebelum terbentuknya Tri Koro Dharmo, Indonesia telah memiliki organisasi pergerakan bernama Budi Utomo. Organisasi ini muncul pada awal periode pergerakan nasional dan didirikan di Jakarta oleh Dr. Wahidin Soedirohoesodo dalam sebuah pertemuan dengan para siswa STOVIA, yang bertujuan untuk menyampaikan gagasanya tentang pemberian beasiswa.

Ide Dr. Wahidin Soedirohoesodo mendapat sambutan yang baik dari pelajar STOVIA, khususnya Sutomo dan Suradji. Sutomo kemudian membicarakannya dengan rekan-rekannya di STOVIA dan berhasil mendirikan organisasi Budi Utomo pada hari Rabu, tanggal 20 Mei 1908, di ruang Anatomi gedung STOVIA, Gang Menjengan, Jakarta.

Untuk menjadi organisasi yang maju, para pemuda menyadari bahwa mereka memerlukan dukungan dari semua lapisan masyarakat dan pelajar lainnya. Oleh karena itu, mereka mencari dukungan dari kaum priyayi yang dianggap berpengalaman dalam berhubungan dengan pemerintah Belanda. Kaum priyayi yang tertarik dengan Budi Utomo merasa perlu untuk terlibat dalam organisasi tersebut karena mereka khawatir tentang eksistensi kaum priyayi Jawa.

Kaum priyayi mengusulkan tiga hal pada saat kongres Budi Utomo yang pertama diadakan di Yogyakarta pada tanggal 3 sampai 5 Oktober 1908 di Sekolah Pendidikan Guru Yogyakarta. Usulan mereka terkait dengan pendidikan, peraturan tingkah laku orang Jawa, dan pemilihan pengurus besar Budi Utomo. Usulan dari kaum priyayi menunjukkan keinginan mereka untuk tetap berperan dan tidak ingin status sosial mereka terganggu oleh kaum muda yang mengusik status mereka. Di sisi lain, usulan dari para pemuda lebih menekankan pentingnya pendidikan.

Kongres Budi Utomo dihadiri oleh banyak masyarakat pribumi, mulai dari bupati hingga pemuda dari seluruh penjuru Jawa. Jumlah orang yang hadir dalam kongres tersebut menunjukkan bahwa masyarakat pribumi telah mulai menaruh harapan pada Budi Utomo.

Setelah kongres pertama Budi Utomo di Yogyakarta, terlihat jelas bahwa organisasi tersebut tidak lagi dipimpin oleh pemuda-pemuda pelajar yang dinamis dan militan. Hal ini terlihat dari pengangkatan Tirtokoesoemo sebagai ketua Budi Utomo, yang membuat pemerintah kolonial Belanda senang karena mereka tidak lagi melihat Budi Utomo sebagai ancaman politik. Di bawah kepemimpinan Tirtokoesoemo, Budi Utomo tetap menjadi organisasi pendidikan dan kebudayaan, karena pemerintah khawatir jika organisasi tersebut menjadi politik, maka perlu diawasi lebih ketat.

Namun, beberapa tokoh pemuda seperti Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Suryodipuro mengusulkan agar Budi Utomo memperluas jangkauannya untuk meliputi seluruh penduduk Hindia-Belanda, tetapi usulan mereka ditolak oleh pengurus besar yang mayoritas diisi oleh kaum priyayi. Hal ini menunjukkan bahwa Budi Utomo menjadi ruang sosial yang hanya memberikan tempat bagi para priyayi lama yang terbentuk karena kebutuhan administrasi pemerintahan kolonial.

Perselisihan di dalam Budi Utomo semakin tajam, sehingga pemuda pelajar lebih memilih keluar dari organisasi tersebut dan mendirikan organisasi khusus pemuda. Organisasi pemuda baru ini diharapkan dapat menampung kegiatan pemuda dan menjadi wadah bagi pemuda yang sadar akan bangsa Indonesia.

Perkembangan Tri Koro Dharmo

Setelah kongres pertama Budi Utomo di Yogyakarta, pada tanggal 5 Oktober 1908, terlihat bahwa Budi Utomo bukan lagi sebuah organisasi pemuda. Sebaliknya, Budi Utomo menjadi organisasi kaum tua yang hampir seluruhnya dipegang oleh pengurus besar. Pengunduran diri Dr. Tjipto dan Suryodipuro dari pengurus besar Budi Utomo membuat aspirasi kaum muda menjadi tidak terwakili dan semua urusan rapat maupun hasil keputusan menjadi kehendak dari kaum priyayi. Pemuda pelajar tidak memiliki pengaruh pada keputusan pengurus besar dan hanya dijadikan penonton. Namun, pengurus besar sudah mempersiapkan penggantinya oleh kaum priyayi. 

Perselisihan antara golongan pemuda pelajar dengan kaum priyayi dan semakin banyaknya pemuda pelajar yang keluar dari Budi Utomo ditangkap oleh Satiman Wirjosandjojo dan beberapa pelajar lain dari STOVIA untuk mendirikan organisasi pemuda baru. Pada tanggal 7 Maret 1915, sejumlah pemuda pelajar, termasuk Satiman, Kardiman, dan R.T. Soenardi Djaksodipoero, mengadakan rapat di Gedung STOVIA, Gg. Menjangan, Weltevreden Jakarta, untuk membahas pendirian organisasi pemuda baru.

Pada sebuah rapat, dibicarakan tentang pembentukan organisasi oleh para pemuda. Akhirnya, para pemuda pelajar sepakat untuk membentuk sebuah organisasi pemuda yang dinamai Tri Koro Dharmo, Bon van Studeerenden van Java en Madura. Organisasi ini merupakan gerakan pemuda yang sesungguhnya digerakkan dan diisi oleh pemuda pelajar. 

Tujuan dari organisasi ini adalah sakti atau kecerdasan, budi atau kebijaksanaan, dan bakti atau kasih sayang. Diharapkan bahwa pemuda dapat tergugah untuk menjadikan negerinya maju melalui tujuan tersebut. Organisasi ini juga menerbitkan majalah dengan tujuan sebagai media komunikasi dan propaganda. Meskipun organisasi ini belajar banyak dari organisasi lainnya, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam dan Indische Partij, Tri Koro Dharmo tetap berhati-hati dalam melangkah dan masih bertahan dengan sifat kedaerahannya. Mereka tidak terburu-buru untuk terjun langsung ke arah politik.

Dalam waktu singkat, Tri Koro Dharmo berkembang pesat hingga memiliki cabang di Jawa. Pada tahun 1915, cabang pertama organisasi ini muncul di Kota Surabaya dan didirikan oleh Soekarno, yang saat itu masih menjadi pelajar HBS yang sangat muda. Anggota cabang Surabaya terdiri dari pelajar MULO dan HBS. Karena semakin banyak orang yang tertarik bergabung dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Tri Koro Dharmo terus berkembang. Pada 7 November 1916, cabang Bogor didirikan, dan pada tahun 1917, cabang Serang didirikan dengan Bakri sebagai ketua cabang. Pada 23 Maret 1918, cabang Sukabumi juga didirikan dengan Soetarno sebagai ketua cabang. Cabang Yogyakarta kemudian juga didirikan dan diketuai oleh Soerojo, sementara pada 23 Agustus 1918, cabang Purwodadi didirikan dengan Orkas sebagai ketuanya dan beranggotakan 39 orang.

Bentuk Perjuangan Tri Koro Dharmo

Organisasi Tri Koro Dharmo memiliki peran penting dalam mendidik calon pemimpin bangsa, seperti yang terbukti dari kesuksesan lulusan paling terkenalnya, Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Soekarno mendirikan cabang Tri Koro Dharmo di Surabaya pada tahun 1915 dan memberikan pidato pertamanya di hadapan publik sebagai seorang pemuda di pertemuan organisasi tersebut. Cabang Tri Koro Dharmo di Surabaya memegang teguh prinsip-prinsipnya dalam mempromosikan budaya Jawa dan terlibat dalam kegiatan sosial seperti penggalangan dana untuk membantu korban bencana. 

Pendirian Tri Koro Dharmo sebagai organisasi pemuda pertama di Indonesia memotivasi pemuda dari kelompok etnis lain untuk membentuk organisasi serupa dengan identitas regional mereka sendiri. Keberadaan Tri Koro Dharmo berkontribusi dalam membangkitkan semangat nasionalisme pemuda Indonesia. Munculnya organisasi-organisasi seperti Tri Koro Dharmo menandakan munculnya organisasi pemuda di Indonesia, meskipun keanggotaannya terbatas pada pemuda dari wilayah atau kelompok etnis tertentu. Tri Koro Dharmo membuka jalan bagi pendirian organisasi pemuda lain di Indonesia, termasuk Jong Sumateran Bond, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Jong Minahasa, Jong Ambon, Sekar Rukun, dan Pemuda kaum Betawi.

Organisasi Tri Koro Dharmo, yang terdiri dari pemuda pelajar Indonesia, telah menjadi perintis bagi pemuda di luar Pulau Jawa untuk membentuk perhimpunan serupa. Karena sifatnya yang masih regional, organisasi ini memotivasi pemuda di luar Jawa untuk memajukan daerah mereka. 

Selain sebagai wadah untuk belajar organisasi dan kaderisasi pemimpin masa depan, ternyata Tri Koro Dharmo juga berperan dalam bidang sosial. Kegiatan sosialnya yang sederhana telah memberikan manfaat bagi masyarakat, seperti dibentuknya National Studentfonds atau Studiefonds untuk membantu siswa yang kesulitan biaya. 

Usaha para anggota Tri Koro Dharmo dalam mencari dana pendidikan telah berhasil mengumpulkan dana yang cukup besar dan membantu banyak siswa untuk meneruskan pendidikan mereka. Selain itu, organisasi ini juga memberikan sumbangan kepada masyarakat yang terkena bencana alam, seperti saat gunung meletus. Dalam hal ini, pemuda pelajar cabang Surabaya telah menunjukkan ide kreatif dalam mengumpulkan dana pendidikan dan membantu sesama. Kegiatan yang dilakukan oleh Tri Koro Dharmo sangat mulia dan menunjukkan rasa peduli mereka terhadap sesama masyarakat Indonesia.

Posting Komentar untuk "Tri Koro Dharmo: Sejarah Berdirinya, Perkembangan, dan Bentuk Perjuangan"