Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Sejarah Singkat Perang Salib

Ilustrasi Perang Salib


Salah satu konflik terkenal sepanjang sejarah adalah Perang Salib, yang terdiri dari serangkaian perang agama yang didukung oleh Gereja Latin pada abad pertengahan. 

Perang ini umumnya dianggap sebagai serangkaian perang yang terjadi di wilayah Timur Laut Tengah dengan tujuan merebut kembali Tanah Suci dari kekuasaan Islam, termasuk Yerusalem sebagai kota suci. 

Namun, selain itu, Perang Salib juga dianggap sebagai pertempuran suci antara dua agama besar, yaitu Kristen dan Islam. Meskipun demikian, istilah Perang Salib juga merujuk pada serangkaian perang yang didukung oleh Gereja di wilayah lainnya. 

Ada berbagai alasan yang memicu konflik ini, termasuk untuk menghapus ajaran sesat dan penyembahan berhala, mengakhiri pertikaian di antara umat Kristen Katolik, dan mencapai tujuan politik dan penguasaan wilayah.

Sejarah Singkat Perang Salib

Perang Salib awalnya terjadi antara pihak Timur, yaitu Islam, dan pihak Barat, yaitu Kristen, dan dipicu oleh berbagai faktor seperti agama, politik, dan sosial-ekonomi. 

Pada tahun 1070, Yerusalem direbut oleh Bani Saljuk dari Turki, dan pada 1071, Kaisar Yunani Diogenes dikalahkan dan ditawan di Mantzikert, sehingga seluruh Suriah dan Asia Kecil dikuasai oleh Bani Saljuk. Kristen kemudian berhasil merebut seluruh kota besar di Asia pada tahun 1092, setelah Antiokhia menyerah pada tahun 1084.

Situasi semakin memburuk ketika Bani Saljuk membatasi ziarah umat Kristen ke Yerusalem, mendorong umat Kristen untuk memperjuangkan kebebasannya dengan merebut Yerusalem dari kekuasaan Muslim. 

Pada tahun 1095, Kaisar Alexius Komnenus meminta bantuan kepada Paus Urbanus II untuk membangkitkan semangat umat Kristen di Eropa untuk melakukan Perang Salib. Peperangan diumumkan untuk menundukkan gereja-gereja di wilayah Timur yang masih dikuasai oleh Islam.

Perang Salib terdiri dari beberapa tahap utama yang berdampak besar pada sejarah dunia. Tahap-tahap tersebut akan dibahas secara singkat sebagai berikut.

Pada tahun 1095 hingga 1101 terjadi Perang Salib Pertama. Dalam Konsili Piacenza pada Maret 1095, Kaisar Bizantium Alexius I mengirim utusan untuk meminta bantuan dalam mempertahankan wilayahnya dari serangan Turki Seljuk. 

Paus Urbanus II mengajak umat Kristen untuk bergabung dalam perang dan menjamin bahwa mereka yang turut serta dalam Perang Salib akan mendapatkan tempat di surga meskipun mereka memiliki banyak dosa di masa lalu. Tujuan perang ini adalah untuk melawan Turki Seljuk. 

Pasukan salib berhasil memenangkan pertempuran melawan dua pasukan Turki di Dorylaeum dan Antiokhia serta merebut Yerusalem pada tahun 1099. Selain itu, informasi tentang sejarah berdirinya Gereja Katolik, sejarah berdirinya Gereja Kathedral Jakarta, dan sejarah terbentuknya agama Kristen juga dapat ditemukan.

Perang Salib Kedua (1145-1150) terjadi setelah beberapa puluh tahun damai antara umat Kristen dan Muslim di Yerusalem. Kekalahan bertubi-tubi yang dialami Kristen karena tentara Islam yang dipimpin oleh Imad ad-Din Zengi merebut Aleppo dan Edessa. 

Paus Eugenius III memerintahkan Perang Salib pada 1 Maret 1145 dengan dukungan para pengkhotbah, terutama Bernardus dari Clairvaux. Pada tahun 1147, Raja Louis VII dan Konrad III memimpin tentara Prancis dan Jerman untuk menyerang Yerusalem, tetapi usaha mereka gagal dan mereka harus kembali dengan tangan hampa pada tahun 1150.

Perang Salib ketiga dimulai ketika Salahuddin Al Ayyubi merebut Yerusalem pada tahun 1187, mengalahkan pasukan Salib dalam Pertempuran Hattin. Paus Gregorius VIII kemudian memanggil Perang Salib ketiga. Raja Richard I dari Inggris, Frederick I dari Kekaisaran Romawi Suci, dan Raja Philip II dari Prancis merespons seruan itu. 

Salahuddin Al Ayyubi


Tentara salib memenangkan pertempuran melawan pasukan Muslim di dekat Arsuf dan mendekati Yerusalem, tetapi gagal merebut kota itu karena kekurangan makanan dan air. Setelah gencatan senjata dengan Salahuddin, Raja Richard meninggalkan perang dan Perang Salib ketiga juga dikenal sebagai "Perang Salib Raja". Paus Gregorius VIII tidak menyaksikan akhir perang karena ia meninggal dunia sebelumnya.

Paus Innosensius III memulai Perang Salib keempat dengan tujuan untuk menyerang Mesir dan merebut Tanah Suci. Namun, Doge Enrico Dandolo dari Venesia melihat peluang dalam perang ini dan ingin memperluas kekuasaan Venesia di Timur Dekat serta melepaskan diri dari kekuasaan Bizantium. Setelah mengadakan perjanjian dengan Dandolo, tentara Salib menemukan bahwa mereka tidak mampu membayar armada dan memenuhi syarat kontrak, sehingga Dandolo mengusulkan mengalihkan perang ke Bizantium dengan Zara sebagai jaminan. 

Setelah upaya penyerangan pertama yang gagal, pada April 1204, tentara Salib berhasil menjarah Konstantinopel, merampok gereja dan membunuh banyak penduduk. Mereka kemudian membagi kekaisaran Bizantium menjadi beberapa wilayah Latin dan koloni Venesia. Perang Salib keempat berakhir dengan terbaginya Bizantium menjadi dua bagian besar.

Pada tahun 1215, Dewan Keempat Lateran merancang strategi baru untuk mengembalikan Tanah Suci ke tangan Kristen. Dalam Perang Salib Kelima, pada tahun 1217, tentara dari Hongaria dan Austria bergabung dengan pasukan raja Yerusalem dan pangeran Antiokhia untuk merebut kembali Yerusalem. 

Kemudian, pada tahun 1219, mereka berhasil mengepung Damietta di Mesir, namun atas desakan Pelagius, seorang staf kepausan, mereka memutuskan untuk menyerang Kairo. Sayangnya, pasukan Perang Salib dikalahkan oleh blokade pasukan Sultan Ayyubiyah Al-Kamil, dan mereka harus mengadakan gencatan senjata. Selain itu, dapat dipelajari tentang asal usul Alkitab, sejarah Perjanjian Baru, dan sejarah Perjanjian Lama.

Paus Gregorius IX mengucilkan Kaisar Friedrich II karena melanggar sumpah dalam Perang Salib. Namun, Friedrich II tetap berangkat ke Palestina setelah berlayar dari Brindisi. Setelah sepuluh tahun bernegosiasi, ia berhasil memperoleh Yerusalem, Nazareth, dan Bethlehem dari Al-Kamil, dengan janji untuk melindungi Al-Kamil dari semua musuh, termasuk orang Kristen.

Beberapa tahun kemudian, pada Juli 1239, Raja Thibaut I dari Navarre merespons panggilan Paus Gregorius IX untuk mengumpulkan tentara salib. Peter dari Dreux, Hugues IV dari Bourgogne, dan beberapa bangsawan Prancis lainnya juga ikut serta dan tiba di Akko pada September 1239. Setelah mengalami kekalahan di Gaza pada November, Thibaut melakukan perjanjian dengan kaum Ayyubiyah dari Damaskus dan Mesir, yang membuat beberapa bangsawan tidak senang.

Perang Salib Ketujuh, yang terjadi pada tahun 1249 hingga 1254, bermula dari pertikaian dengan Mesir pada tahun 1243. Konflik ini disebabkan oleh kepentingan kepausan yang diwakili oleh para Templar atau Ksatria Salib. Pada tahun berikutnya, Yerusalem diserang oleh pasukan Khwarezm yang dipanggil oleh Al-Adil, anak dari Al-Kamil. 

Meskipun tentara Salib yang terdiri dari kaum Franka dan tentara bayaran dari Badui bergabung, mereka kalah dalam waktu hanya empat puluh delapan jam oleh Pasukan Baibars yang berasal dari suku Khwarezmian. Banyak sejarawan yang menyebut pertempuran ini sebagai tanda kehancuran bagi negara-negara Kristen. Louis IX dari Prancis tetap melanjutkan perang salibnya melawan Mesir hingga tahun 1254.

Louis IX mengorganisir Perang Salib Kedelapan pada tahun 1270 untuk membantu sisa-sisa wilayah Salib di Suriah setelah berangkat dari Aigues-Mortes. Namun, perang dialihkan ke Tunis, tempat di mana Raja menghabiskan dua bulan sebelum kematiannya. Setelah kematiannya, Louis IX dikanonisasi dan menjadi seorang santo, yang kemudian diberi nama kota di Amerika.

Perang Salib Kedelapan mengakibatkan kehilangan kekuasaan Kristen di Suriah, meskipun mereka masih diizinkan untuk hidup damai di wilayah tersebut. 

Sejarah Perang Salib memiliki pengaruh besar pada Abad Pertengahan di Eropa, tidak hanya dalam bidang agama, tetapi juga dalam berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, kedokteran, dan arsitektur. Perang Salib memainkan peran penting dalam sejarah hubungan antara umat Islam dan Kristen.

Kesimpulan

Kesimpulan dari sejarah Perang Salib adalah bahwa konflik ini memiliki pengaruh besar pada Eropa dan Timur Tengah. Perang Salib berdampak pada kekuatan politik, ekonomi, sosial, dan agama di kedua wilayah tersebut. Meskipun perang berfokus pada konflik antara umat Kristen dan Muslim, dampaknya meluas ke bidang-bidang lain, seperti perdagangan, seni, dan keilmuan. 

Perang Salib juga menunjukkan bahwa konflik dan perang dapat menimbulkan kerusakan yang besar dan menghancurkan kehidupan manusia. Meskipun ada upaya-upaya damai dan toleransi antara kedua kelompok agama selama masa itu, Perang Salib tetap merupakan contoh nyata dari kebencian dan ketidaksetaraan yang terjadi antara umat Kristen dan Muslim pada masa lalu.

Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan antara kedua kelompok agama telah berubah dan membaik. Hari ini, toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan telah menjadi nilai penting yang dianut oleh banyak orang di seluruh dunia.

Posting Komentar untuk "Sejarah Singkat Perang Salib"