Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Sejarah Peristiwa Medan Area



Sejarah Peristiwa Medan Area - Presiden Soekarno dan Moh Hatta mengikrarkan proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, yang berarti bahwa telah berakhirnya kekuasaan penjajah di Indonesia. Namun, para penjajah tidak terima atas kemerdekaan yang telah diraih oleh Bangsa Indonesia, mereka kembali datang untuk mengambil kembali tanah jajahan yang mereka miliki sebelumnya. Salah satunya adalah meletusnya Peristiwa Medan Area yang merupakan sebuah peristiwa perlawanan rakyat melawan sekutu yang ingin menguasai Indonesia (Yedija Yosafat Tarigan, 2020).

Rakyat Medan pada masa itu tidak langsung mengetahui proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, hal tersebut disebabkan karena keterbatasan alat informasi dan komunikasi pada masa itu. Hingga akhirnya berita proklamasi baru sampai pada tanggal 27 Agustus 1945 yang dibawa oleh Mr. Teuku Mohammad Hasan yang menjabat sebagai Gubernur Sumatera pada masa itu.

Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan sekutu mendarat di Medan, pendaratan tersebut dipimpin oleh T. E.D Kelly. Pasukan-pasukannya yaitu Brigede Inggris serta pasukannya yang berasal dari India. Mereka tiba di Medan untuk menuasai jalan-jalan raya Medan- Belawan. Kedatangan dari tentara sekutu tersebut diikuti oleh NICA yang sebelumnya sudah dipersiapkan untuk merebut pemerintahan di Medan.

Pada awalnya, tentara NICA diterima dengan baik oleh pemerintahan Republik Indonesia di Sumatera Utara sehubungan dengan tugasnya yaitu membebaskan tawanan perang Belanda. Namun, Inggris justru mempersenjatai mereka dengan membentuk Medan Batalyon KNIL yang terdiri dari seluruh tawanan. Namun para tawanan yang dibebaskan memiliki sikap sewenang-wenang dalam mengambil alih pemerintahan.

Sebuah insiden yang tidak dapat dilupakan pernah terjadi di Bali, tepatnya pada tanggal 14 Oktober pukul 09.00 WIB, seorang serdadu NICA yang berdiam di Pension Wihelmina yang terletak di sudut jalan Bali atau Jalan Sutomo, telah merampas dan menginjak-injak lencana merah putih yang dipakai oleh seorang anak kecil, sehingga peristiwa tersebut mampu menyulut amarah para pemuda di masa itu (Yani, 2014) .

Sehingga berakibat pada perusakan terhadap hotel yang banyak dihuni oleh pasukan NICA serta menadi pemicu terjadinya pertempuran Medan Area seperti: bekas para tawanan yang bersikaparogan seperti yang diceritakan diatas, Ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana merah-putih, Ultimatum agar pemuda Medan menyerahkan senjata kepada sekutu, serta pemberian batas daerah Medan secara sepihak oleh sekutu dengan memasang papan pembatas yang bertuliskan “ Fixed Boundaries Medan Area (Batas Resmi Medan Area)” di sudut-sudut pinggiran kota Medan.

Sehingga berbagai peristiwa tersebut yang menadi latar belakang meletusnya peristiwa Medan Area. Pada 10 Desember 1945, sekutu bersama NICA melancarkan serangan besar-besaran ke kota Medan hingga berakibat banyaknya korban yang berjatuhan akibat serangan tersebut.

Penyebab Terjadinya Peristiwa Medan Area

Medan merupakan kota yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, dan memiliki luas sekitar 26.510 Hektar atau 265,10 Km2 atau sekitar 36% dari wilayah Sumatera Utara. Kota Medan memiliki luas yang lebih kecil dibandingkan kota-kota lain. Wilayahnya yang relatif kecil tersebut, menjadi penghambat berkmbangnya Kota Medan, terutama berkaitan dengan pemenuhan sarana dan prasarana di sana.

Namun di samping faktor wilayah yang reltif sempit, Kota Medan merupakan pusat ekonomi regional terpenting di Sumatera serta sebagai kota metropolitan baru di Indonesia. Medan memiliki fungsi, kedudukan, serta peran strategisnya sebagai pintu gerbang utama untuk kegiatan jasa perdagangan dan keuangan secara regional maupun internasional di kawasan barat Indonesia.

Apabila ditinjau dari segi ekonomi, Kota Medan dikelilingi oleh lingkungan regional yang berbasis ekonomi Sumber Daya Alam yang besar dan beragam. Medan terletak pada pinggiran jalur Pelayaran Selat Malaka, serta memiliki posisi strategis sebagai gerbang masuk keiata perdagangan baik dalam benuk barang maupun jasa, baik yang berasal dari dalam negeri atau domestik maupun luar negeri.

Medan Area berawal dari datangnya sekutu yang dbonceng oleh NICA pada tanggal 13 Oktober 1945,dimana mereka melakukan provokasi senjata di Jalan Bali, bahkan menimbulkan perlawanan dari rakyat maupun TKR.Terdapat banyak korban jiwa akibat dari peristiwa tersebut, baik dari pihak Swiss, KNIL, Pihak RI, maupun rakyat biasa lainnya. Dalam mengatasi insiden tersebut dapat dilakukan melalui perundingan oleh RI beserta sekutu (Yani, 2014).

Pada 13 Oktober 1945 seorang penghuni hotel “Pension Wihelmina” yang terletak di Jalan Bali, Medan melakukan tindakan mencabut dengan paksa serta menginjak-injak lencana Merah Putih yang digunakan oleh pemuda Indonesia (Mayjen TNI (PURN) H.R. Sjahnan, 1982).

Kejadian tersebut menyulut emosi para pemuda hingga terjadi pertempuran yang sangat sengit antara Sekutu berasama NICA dengan para pemuda Indonesia. Selain itu terdapat sikap arogan oleh para tawanan perang yang dibebaskan membuat suasana semakin rumit.

Proses Terjadinya Peristiwa Medan Area

Pasca insiden di hotel Wihelmina tersebut, ternyata tidak benar-benar berakhir namun masih terdapat insiden baru yang terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945 yaitu insiden bersenjata yang terjadi di Pemalang Siantar atau biasa dikenal dengan sebutan Peristiwa Siantar Hotel. Provokasi bersenata dilakukan oleh para tentara sekutu NICA, sehingga Pasukan TKR, Laskar, serta para pejuang lainnyamelakukan perlawanan terhadap sekutu dan Belanda yang ada di Hotel Siantar tersebut.

Terdapat beberapa korban berjatuhan akibat penyerangan tersebut, diantaranya yaitu 17 orang dari pihak sekutu dan Belanda, 5 orang tewas dari personel KL, serta 12 orang dari personel KNIL, 2 orang gugur dari pihak TKR dan Laskar, mereka bernama Mda Rajaguguk dan Ismail Situmorang, serta masih banyak  lagi orang yang menjadi korban atas peristiwa tersebut.

Terjadinya Insiden di Kota Pemantang Siantar pada 15 Oktober 1945 tersebut, pemimpin Tentara Sekutu Brigadir Jendral Ted Kelly melakukan dalih melalui gerakan maklumat yang berbunyi: “Melarang rakyat memiliki senjata api, semua senjata api harus diserahkan kepada tentara Inggris” (Mayjen TNI (PURN) H.R. Sjahnan, 1982).

Ia mengeluarkan maklumat tersebut karena insiden 15 Oktober 1945 telah menewaskan tentara sekutu serta NICA yang notabene sebagai kekauatan yang dimiliki oleh Inggris. Setelah maklumat tersebut keluar, para tentara sekutu melakukan penggledahan terhadap serta penangkapan bagi seluruh rakyat Medan yang memiliki senjata.

Pemerintahan Republik Indonesia menolak dan tidak terima terhadap maklumat yang dibuat oleh Ted Kelly tersebut, karena merugikan Bangsa Indonesia yang menjadi pemiliki wilayah Republik Indonesia. Hingga pada tanggal 20 Oktober 1945, Mr.Kasman Singodimejo yang berasal dari Markas Besar TKR mengeluarkan pengumuman mengenai “Mobilisasi Umum” bagi wilayah Medan dan sekitarnya.

Atas dasar perintah Mobilisasi Umum oleh Mr. Kasman Singodimejo tersebut, para pemuda berbondong-bondong untuk memenuhi panggilan Mobilisasi Umum,sehingga wilayah Kota Medan menjadi pertempuran yang hangat.

Para pemuda Indonesia memiliki jiwa merdeka dan tidak mau tunduk lagi oleh para penjajah, hingga mereka berusaha sekuat tenaga untuk melawan bangsa mana saja yang berusaha untuk menjajah Indonesia. Namun pihak Belanda tidak diam saja menanggapi hal tersebut. Mereka masih berusaha untuk tetap menguasaibekas jajahannya tersebut. Hal tersebut dilakukan oleh Belanda, tak lain karena untuk menguasai bidang ekonomi di Kota Medan yang notabene menjadi wilayah strategis

dalam lingkup perekonomian. Tak lepas dari hal tersebut, Inggris yang sudah melakukan perjanjian kepada Belanda, mau tidak mau harus mendukung Belanda dengan sepenuhnya. Hingga Tentara Inggris merasa kewalahan untuk menguasai seluruh daerah Sumatera Utara maupun daerah pedalamannya.

Hingga Pada tanggal 1 Desember 1945 Jepang diperintahkan untuk melaksanakan pemerintahannya kembai diatas beberapa daerah yang telah diduduki oleh Inggris di wilayah Sumatera Utara. Perintah tersebut dilakukan oleh Jepang serta melakukan penindasan terhadap Bangsa Indonesia, bahkan mereka melakukan kekerasan dengan senjata, tentunya menyengsarakan Bangsa Indonesia yang seharusnya sudah menjadi negara merdeka.

Inggris memperkuat kedudukannya serta menentukan sendiri batas-batas yangmenjadi wilayah kekuasaannya. Pasca peristiwa 1 Desember 1945, di pinggiran jalan mulai terpampang nyata tulisan “Fixed Boundaries Medan Area”. Inggris beserta NICA melakukan penjajahannya terhadap bangsa Indonesia secara sewenang-wenang. Mereka melakukan pengacauan beserta penggrebekan terhadap para pemuda Indonesia serta melancarkan bebagai operasi di gedung-gedung untuk mendudukinya dengan mengusir para jawatan pemerintah RI yang ada di sana.

Tentara Inggris juga menyerang perkampungan di sekitar kota Medan walaupun itu di luar daerah kekuasaannya. Mereka mengacaukan perkampungan dengan penyerangan, hingga tindakan Inggris tersebut ditentang oleh pemerintahan Republik Indonesia. Para pemuda membalas perbuatan yangdilakukan oleh Inggris hingga terjadilah tembak-menmbak antara pemuda Indonesia dengan tentara Inggris.

Ketika malam hari, para pemuda bersama anggota TKR melakukan serangan terhadap para tentara Inggris hingga gedung yang diserang tersebut terbakar dan menimbulkan para korban jiwa dari Inggris. Keesokan harinya, tentara Inggris membala perbuatan pemuda tersebut dengan melakukan penggrebekan di tempat-tempat konsentrasi para pemuda. Terjadilah pertempuran pada tanggal 7 hingga 9 Desember 1945 sebagai tanda dimulainya pertempuran Medan Area.

Berbagai operasi telah disusun oleh para pasukan Republik Indonesia untuk melakukan tuntutan kepada sekutu dalam menentukan garis-garis damarkasi Medan melalui perundingan-perundingan gencatan senjata. Terdapat banyak pertempuran yang terjadi di Medan sebagai upaya Bangsa Indonesia untuk merebut daerah kekuasaannya dari sekutu.

Mulai dari pertempuran pada 27, 28, 30, 31 Oktober 1946 di mana telah berlangsung pertempuran sengit antara para pasukan Indonesia yang mulai mendirikan benteng- bentengnya di batas-batas kota Medan.

Selain itu, juga terjadi pertempuran pada tanggal 1, 2, dan 3 November 1946 hingga akhirnya perseteruan belum dapat diatasi karena masih terdapat beberapa permasalahan seperti belum ditentukannya batas status quo karena pihak Indonesia dan sekutu masing-masing masih mempertahankan pendiriannya.

Akhir Pertempuran Medan Area

Perebutan kota Medan masih terjadi dan itu adalah tugas pokok para pasukan TKR serta para pejuang Republik Indonesia. Pasukan Republik Indonesia menyerang Belanda pada malam hari karena persenjataan yang dimiliki kurang sempurna jika dibandingkan milik para tentara sekutu Belanda serta gerak gerik militer Indonesia paa masa itu masih terbatas. Hingga akhirnya tujuan para pasukan Republik Indonesia berhasil yang ditandai pada bulan Maret 1946 Tentara Inggris dan India sudah tidak melaksanakan operasi-operasi di luar Medan (Yani, 2014).

Hingga para komandan pasukan RI membentuk sebuah komando yang dinamakan Komando Resimen Lakar Rakyat Medan Area dan pada tanggal 19 Agustus 1946 dibentuk sebuah barisan para pemuda yang bernama Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang bertujuan untuk melawan para sekutu NICA serta mengusir mereka dari wilayah Medan (Mayjen TNI (PURN) H.R. Sjahnan, 1982).

Apabila kita menengok lagi,latar belakang datangnya tentara Inggris di kota Medan sejatinya untuk membebaskan paratawanan perang dan internian sekutu serta melucuti tentara Jepang dan mengembalikan ke asalnya, sedangkan dalam bidang politik, Inggris tidak memiliki hal untuk ikut serta dalam keputusan politik bangsa Indonesia (Yedija Yosafat Tarigan, 2020).

Namun dalam keberjalanannya, Inggris justru membantu Belanda untuk melakukan perebutan kekuasaan di Kota Medan hingga pecahlah pertempuran.

Hingga akhirnya pertempuran Medan Area berakhir pada tanggal 15 Februari 1947 pasca adanya perintah yang berasal dari Komite Teknik Gencatan Senjata untuk menghentikan terjadinya kontak bersenjata. Selain itu, dilakukannya perundingan pada 10 Maret 1947 dengan ditetapkannya garis demarkasi yang melingkari Kota Medan.

Garis tersebut sepanjang 8,5 Km dan pada tanggal 14 Maret 1947 dipasanglah patok-patok pada garis demarkasi tersebut. Maka terbagilah kawasan Medan melalui garis demarkasi tersebut serta terjadinya pemindahan pusat pemerintahan Sumatera ke Pematang Siantar.

Garis Demarkasi sendiri merupakan sebuah garis perbatasan yang dibuat antara dua daerah yag dikuasai oleh tentara yang sedang bermusuhan atau sedang berperang (Yani, 2014).

Dapat dikatakan sebuah garis yang ditetapkan secara geografis dari yang sedang bersengketa atau bermusuhan dengan melepaskan diri maupun menarik diri ke wilayah masing-masing setelah gencatan senjata tersebut.

Garis tersebut ditetapkan pasca dilakukan perundingan yang dilakukan perundingan secara berbulan-bulan oleh Indonesia bersama sekutu melalui persetujuan Linggarjati.

Referensi:

Mayjen TNI (PURN) H.R. Sjahnan, S. (1982). Dari Medan Area kePedalaman dan Kembali ke Kota Medan. Medan: Dinas Sejarah Kodam-II/BB .

Yani, A. T. (2014). Situs Sejarah Garis Demarkasi Perang Medan Area dan Kondisinya Saat Ini di Kota Medan. Skripsi Universitas Negeri Medan, 4-50.

Yedija Yosafat Tarigan, R. M. (2020). Komando Medan Area dalam Mengisi Proklamasi dan Mempertahankan Keutuhan Negara Republik Indonesia di Sumatera Utara 1945- 1947. Jurnal Universitas Riau.

Posting Komentar untuk "Sejarah Peristiwa Medan Area"