Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Daftar Raja-raja Kerajaan Majapahit

Ilustrasi Raden Wijaya/ Sejarahkita.com

Daftar Raja-raja Kerajaan Majapahit - Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan Hindu-Buddha terbesar dan terakhir di nusantara. Kerajaan ini berdiri pada tahun 1293 M oleh Raden Wijaya, yang kemudian bergelar Kertarajasa Jayawardhana. Raden Wijaya adalah menantu dari Kertanegara, raja terakhir Kerajaan Singasari.

Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389 M. Hayam Wuruk dibantu oleh patihnya yang terkenal, yaitu Gajah Mada. Di bawah kepemimpinan mereka, Majapahit berhasil menguasai hampir seluruh wilayah nusantara dan menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangga.

Selain Hayam Wuruk dan Gajah Mada, ada beberapa raja-raja Majapahit lain yang juga berperan penting dalam sejarah kerajaan ini. Berikut adalah daftar raja-raja Kerajaan Majapahit beserta masa pemerintahannya:

Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309 M)

Raden Wijaya atau Nararya Sanggramawijaya adalah pendiri dan raja pertama Kerajaan Majapahit yang berkuasa dari tahun 1293 hingga 1309 M. Ia bergelar Sri Kertarajasa Jayawardhana dan merupakan menantu dari Kertanagara, raja terakhir Kerajaan Singhasari.

Raden Wijaya lahir dari pasangan Rakyan Jayadarma, seorang pangeran dari Kerajaan Sunda Galuh, dan Dyah Lembu Tal, seorang cucu dari Ken Arok, pendiri Kerajaan Singhasari. Ia memiliki darah bangsawan Sunda dan Jawa yang mengalir dalam tubuhnya.

Raden Wijaya menikah dengan empat orang putri Kertanagara, yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Ia juga menikah dengan Dara Petak, seorang putri dari Kerajaan Dharmasraya di Sumatera yang dibawa oleh pasukan Singhasari dari Ekspedisi Pamalayu.

Raden Wijaya menjadi salah satu senopati atau panglima perang di Kerajaan Singhasari. Pada tahun 1292, ia ditugaskan untuk menumpas pemberontakan Jayakatwang, bupati Gelanggelang, yang menyerang Singhasari dari arah utara. Ia berhasil memukul mundur musuhnya, tetapi pasukan pemberontak yang lebih besar datang dari arah selatan dan berhasil menewaskan Kertanagara.

Raden Wijaya melarikan diri ke Terung di sebelah utara Singhasari. Dengan bantuan kepala desa Kudadu, ia berhasil menyeberangi Selat Madura untuk bertemu Arya Wiraraja, penguasa Songeneb (Sumenep) yang merupakan penasehat dan murid dari kakeknya.

Arya Wiraraja membantu Raden Wijaya mendirikan desa baru di tepi Sungai Brantas yang bernama Majapahit. Desa ini kemudian menjadi pusat kekuatan Raden Wijaya untuk melawan Jayakatwang.

Pada tahun 1293, pasukan Mongol yang dipimpin oleh Shi Jingtang datang ke Jawa untuk menghukum Kertanagara yang telah mencincang wajah utusan Kubilai Khan beberapa tahun sebelumnya. Raden Wijaya memanfaatkan situasi ini dengan bersekutu dengan pasukan Mongol untuk menyerang Jayakatwang.

Pasukan gabungan Raden Wijaya dan Mongol berhasil mengalahkan Jayakatwang dan merebut kembali Singhasari. Namun, setelah kemenangan itu, Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol yang lengah dan mengusir mereka dari Jawa.

Raden Wijaya kemudian dinobatkan sebagai raja pertama Kerajaan Majapahit pada tanggal 10 November 1293. Ia membangun ibu kota baru di Majapahit dan memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Bali, Madura, dan sebagian Sumatera.

Raden Wijaya meninggal pada tahun 1309 dan digantikan oleh putranya, Jayanagara. Ia dihormati sebagai pendiri Kerajaan Majapahit yang menjadi salah satu kerajaan terbesar dan terkuat di Nusantara.

Kalagamet/Sri Jayanagara (1309-1328 M)

Kalagamet atau Sri Jayanagara adalah raja Majapahit yang memerintah dari tahun 1309 hingga 1328 M. Ia adalah putra dari Raden Wijaya, pendiri Majapahit, dan Gayatri Rajapatni, putri dari Kertanegara, raja terakhir Singhasari. Kalagamet naik tahta setelah kematian ayahnya pada tahun 1309 M. Ia dikenal sebagai raja yang bijaksana dan berwibawa, serta berhasil mempertahankan keutuhan kerajaan dari ancaman luar maupun dalam.

Salah satu peristiwa penting dalam masa pemerintahan Kalagamet adalah penyerangan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh She Hui pada tahun 1318 M. Pasukan Mongol datang untuk menuntut upeti dari Majapahit sebagai pengakuan atas kekuasaan Kubilai Khan. Namun, Kalagamet menolak untuk tunduk dan memerintahkan pasukannya untuk melawan. Pertempuran sengit terjadi di pelabuhan Tuban, dan akhirnya pasukan Mongol mundur dengan mengalami banyak kerugian.

Kalagamet juga menghadapi pemberontakan dari beberapa daerah di Jawa Timur dan Madura yang tidak puas dengan kebijakan pajak dan administrasi yang diterapkan oleh Majapahit. Kalagamet berhasil menumpas pemberontakan tersebut dengan bantuan dari Gajah Mada, panglima perang yang kemudian menjadi patih atau perdana menteri Majapahit. Kalagamet memberikan penghargaan kepada Gajah Mada dengan mengangkatnya sebagai patih pada tahun 1321 M.

Kalagamet meninggal pada tahun 1328 M dan digantikan oleh adiknya, Tribhuwana Wijayatunggadewi. Ia dimakamkan di Trowulan, ibu kota Majapahit, dengan gelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayanagara Wikramawardhana Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.

Sri Gitarja/Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350 M)

Sri Gitarja atau Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah raja ketiga dari Kerajaan Majapahit yang memerintah pada tahun 1328-1350 M. Ia adalah putri dari Raden Wijaya, raja pertama Majapahit, dan Gayatri Rajapatni, putri dari Kertanegara, raja terakhir Singhasari. Ia dikenal sebagai penguasa yang berani dan bijaksana, yang berhasil memperluas wilayah Majapahit hingga mencakup sebagian besar Nusantara dan Asia Tenggara.

Salah satu peristiwa penting dalam masa pemerintahannya adalah Ekspedisi Pamalayu, yaitu sebuah kampanye militer yang dilancarkan untuk menaklukkan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan menegakkan kembali kekuasaan Majapahit di pulau itu. Ekspedisi ini dipimpin oleh Gajah Mada, seorang panglima perang yang kemudian menjadi patih atau perdana menteri Majapahit. Dengan bantuan armada laut yang besar dan pasukan yang terlatih, Gajah Mada berhasil mengalahkan Sriwijaya dan menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera.

Selain Ekspedisi Pamalayu, Sri Gitarja juga mengirimkan beberapa misi diplomatik ke negara-negara tetangga, seperti Kamboja, Siam, Burma, dan Tiongkok. Ia juga membangun beberapa candi dan monumen untuk menghormati leluhurnya dan dewa-dewa Hindu. Salah satu candi yang dibangun di bawah perintahnya adalah Candi Singhasari, yang terletak di dekat tempat kelahirannya. Candi ini berisi arca-arca Raden Wijaya, Kertanegara, dan beberapa raja Singhasari lainnya.

Sri Gitarja meninggal pada tahun 1350 M dan digantikan oleh putranya, Hayam Wuruk, yang melanjutkan kejayaan Majapahit. Ia dihormati sebagai salah satu raja wanita terbesar dalam sejarah Indonesia dan sebagai simbol kekuatan dan keindahan perempuan Jawa.

Hayam Wuruk/Sri Rajasanagara (1350-1389 M)

Hayam Wuruk atau Sri Rajasanagara adalah raja keempat Majapahit yang memerintah dari tahun 1350 hingga 1389. Ia adalah putra dari Tribhuwana Tunggadewi dan Sri Kertawardhana, dan cucu dari Raden Wijaya, pendiri Majapahit. Di bawah kepemimpinannya, Majapahit mencapai puncak kejayaan sebagai kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara.

Hayam Wuruk berarti "ayam yang berilmu". Ia dikenal sebagai seorang raja yang cerdas, berwibawa, dan berbakat dalam berbagai bidang, seperti seni, sastra, olahraga, dan politik. Ia juga seorang penari topeng yang mahir dan sering tampil dalam upacara-upacara kerajaan. Ia dididik oleh ibunya, Tribhuwana Tunggadewi, yang sebelumnya telah memimpin Majapahit selama 20 tahun dan berhasil mengalahkan Kerajaan Pejajaran di Jawa Barat.

Salah satu prestasi terbesar Hayam Wuruk adalah mengadakan ekspedisi Pamalayu, yaitu perjalanan keliling Nusantara untuk mengukuhkan kekuasaan Majapahit atas daerah-daerah bawahan dan mengumpulkan upeti dari mereka. Ekspedisi ini dipimpin oleh patih Gajah Mada, yang merupakan perdana menteri dan sahabat dekat Hayam Wuruk. Berkat kerjasama mereka, Majapahit berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Indonesia saat ini, serta sebagian Semenanjung Malaya, Kamboja, dan Vietnam.

Hayam Wuruk juga dikenang sebagai seorang raja yang mencintai budaya dan sastra. Ia memerintahkan pembuatan karya-karya sastra yang mengagungkan Majapahit, seperti Nagarakretagama karya Mpu Prapanca dan Sutasoma karya Mpu Tantular. Kedua karya ini ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dengan menggunakan aksara Pallawa. Nagarakretagama berisi tentang pujian kepada Hayam Wuruk dan deskripsi tentang kehidupan di Majapahit, sedangkan Sutasoma berisi tentang kisah seorang pangeran yang berusaha mencapai pencerahan dengan mengikuti ajaran Buddha.

Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389 dan dimakamkan di Candi Ngetos di Nganjuk, Jawa Timur. Ia digantikan oleh menantunya, Wikramawardhana, yang merupakan suami dari putrinya, Kusumawardhani. Hayam Wuruk dianggap sebagai salah satu raja terbaik dan terbesar dalam sejarah Indonesia.

Wikramawardhana (1389-1429 M)

Wikramawardhana (1389-1429 M) adalah raja kelima Majapahit yang memerintah bersama dengan istrinya, Kusumawardhani, yang juga merupakan sepupunya. Ia adalah keponakan dan menantu dari raja sebelumnya, Hayam Wuruk. Ia menghadapi pemberontakan dari Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk dari selir, yang mengklaim hak atas takhta. Pemberontakan ini dikenal sebagai Perang Paregreg.

Wikramawardhana lahir dengan nama Gagak Sali sekitar tahun 1353. Ayahnya adalah Singhawardhana, yang bergelar Bhre Paguhan, dan ibunya adalah Rajasaduhita Iswari, yang bergelar Bhre Pajang. Ia memiliki seorang adik perempuan bernama Suravardhani, yang bergelar Bhre Panavuhan. Ia sendiri mendapat gelar Bhre Mataram atau Adipati Mataram.

Wikramawardhana menikah dengan Kusumawardhani, putri Hayam Wuruk dari permaisuri Sri Sudewi atau Paduka Sori. Pernikahan ini terjadi ketika mereka masih anak-anak, sekitar tahun 1365. Kusumawardhani mendapat gelar Bhre Lasem atau Adipati Lasem setelah menikah dengan Wikramawardhana.

Setelah Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389, Wikramawardhana naik takhta sebagai raja Majapahit bersama dengan Kusumawardhani sebagai rekan-pemimpinnya. Namun, tak lama kemudian, Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk dari selir bernama Tanca, memberontak dan menyatakan dirinya sebagai raja di Pamotan (Daha). Ia didukung oleh sebagian besar adipati di Jawa Timur dan Bali.

Perang antara Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi berlangsung selama beberapa tahun. Wikramawardhana dibantu oleh adipati-adipati setia di Jawa Tengah dan Barat, serta pasukan dari luar Jawa seperti Sumatera dan Maluku. Pada tahun 1406, Wikramawardhana berhasil mengalahkan dan membunuh Bhre Wirabhumi di Desa Panggih (dekat Tuban). Perang ini dikenal sebagai Perang Paregreg.

Wikramawardhana kemudian memerintah Majapahit dengan damai hingga wafatnya pada tahun 1429. Ia digantikan oleh putrinya dari Kusumawardhani, yaitu Suhita, yang menjadi raja keenam Majapahit.

Suhita/Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447 M)

Suhita atau Dyah Ayu Kencana Wungu adalah ratu Majapahit yang memerintah dari tahun 1429 hingga 1447 M. Ia adalah putri dari raja sebelumnya, Wikramawardhana, dan seorang selir yang berasal dari keturunan Bhre Wirabhumi. Ia menikah dengan Aji Ratnapangkaja, seorang pangeran yang juga kerabatnya. Ia adalah ratu pertama yang memimpin Majapahit secara mandiri, tanpa bantuan suaminya.

Suhita menghadapi tantangan besar selama masa pemerintahannya, yaitu perang melawan Blambangan, sebuah kerajaan di ujung timur Jawa yang menolak tunduk kepada Majapahit. Perang ini berlangsung selama beberapa tahun dan melibatkan tokoh-tokoh legendaris seperti Damarwulan dan Minakjinggo. Suhita berhasil mempertahankan kekuasaan Majapahit atas Blambangan, meskipun dengan biaya yang besar.

Suhita dikenal sebagai ratu yang berwibawa dan berani. Ia memiliki arca yang ditemukan di Tulungagung, Jawa Timur, yang menunjukkan penampilannya sebagai seorang penguasa. Ia memegang bunga teratai di tangan kanannya, yang melambangkan kematian dan kelahiran kembali. Ia juga mengenakan perhiasan-perhiasan kerajaan, seperti anting-anting, kalung, gelang, dan ikat pinggang.

Suhita meninggal pada tahun 1447 M dan dimakamkan di Singhajaya. Ia digantikan oleh adiknya, Kertawijaya, yang kemudian menjadi raja Brawijaya I.

Kertawijaya/Brawijaya I (1447-1451 M)

Kertawijaya atau Brawijaya I adalah raja Majapahit yang memerintah pada tahun 1447-1451 M. Ia adalah putra dari Wikramawardhana dan Indreswari. Ia naik tahta setelah mengalahkan saudaranya, Suryawisesa, dalam perang saudara yang berkecamuk selama 15 tahun. Kertawijaya berusaha untuk memulihkan kejayaan Majapahit yang telah melemah akibat perang saudara dan pemberontakan di daerah-daerah bawahannya. Ia mengirimkan ekspedisi militer ke Palembang, Malaka, dan Pasai untuk menegakkan kembali kekuasaan Majapahit di Nusantara. Ia juga menjalin hubungan baik dengan Cina dan Siam sebagai mitra dagang. Kertawijaya meninggal pada tahun 1451 M dan digantikan oleh putranya, Rajasawardhana atau Brawijaya II.

Brawijaya II (1451-1453 M)

Brawijaya II adalah raja Majapahit yang memerintah pada tahun 1451-1453 Masehi. Ia adalah adik dari Brawijaya I atau Kertawijaya, raja sebelumnya. Ia naik takhta setelah melakukan kudeta terhadap kakaknya dengan bantuan Girindrawardhana, penguasa Blambangan. Namun, ia tidak dapat menikmati kekuasaannya lama karena ia meninggal dua tahun kemudian akibat sakit. Ia digantikan oleh Girindrawardhana yang kemudian dikenal sebagai Brawijaya III.

Brawijaya III (1456-1466 M)

Girishawardhana atau Purwawisesa adalah raja Majapahit yang memerintah dari tahun 1456 hingga 1466. Ia juga dikenal sebagai Brawijaya III. Ia adalah putra kedua dari Kertawijaya, raja sebelumnya. Ia naik takhta setelah mengalahkan Samarawijaya, putra sulung Rajasawardhana atau Brawijaya II, yang juga menantu dan saudara tirinya. Pada masa pemerintahannya, Majapahit mengalami kemunduran akibat bencana alam dan pemberontakan di daerah-daerah. Ia meninggal pada tahun 1466 dan digantikan oleh Suraprabhawa atau Brawijaya IV, putra bungsu Kertawijaya.

Bhre Pandansalas/Suraprabhawa/Brawijaya IV (1466-1468 M)

Brawijaya IV adalah salah satu raja Majapahit yang memerintah pada tahun 1466-1468 M. Ia adalah putra dari Brawijaya III dan saudara dari Brawijaya V. Ia naik tahta setelah kematian ayahnya, tetapi tidak dapat mengendalikan kerajaan yang sudah mulai terpecah belah. Ia menghadapi pemberontakan dari para adipati dan raja bawahan yang ingin merdeka. Ia juga harus menghadapi ancaman dari Kerajaan Demak yang mulai menyebar pengaruh Islam di Jawa. Brawijaya IV akhirnya turun tahta dan menyerahkan kekuasaan kepada adiknya, Brawijaya V, yang dianggap lebih cakap dan berwibawa. Brawijaya IV meninggal pada tahun 1468 M.

Bhre Kertabumi/Brawijaya V (1468 -1478 M)

Brawijaya V adalah raja terakhir dari Kerajaan Majapahit yang memerintah pada abad ke-15. Ia menghadapi berbagai tantangan dari kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti Demak dan Cirebon, yang ingin melepaskan diri dari pengaruh Majapahit. Ia juga harus mengatasi pemberontakan dalam negeri dan persaingan antara faksi-faksi bangsawan. Brawijaya V mencoba mempertahankan kejayaan Majapahit dengan melakukan diplomasi dan perang, tetapi akhirnya ia tidak mampu menghentikan kemunduran kerajaannya. Ia meninggal pada tahun 1478 dan dimakamkan di Trowulan, Jawa Timur.

Kerajaan Majapahit akhirnya runtuh pada abad ke-16 akibat perang saudara dan serangan dari Kesultanan Demak. Namun, peninggalan-peninggalan kerajaan ini masih dapat ditemukan hingga saat ini, seperti candi-candi, prasasti-prasasti, dan artefak-artefak lainnya.


Posting Komentar untuk "Daftar Raja-raja Kerajaan Majapahit"