Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pengaruh Agama Hindu-Budha terhadap Kebudayaan Indonesia Kuno

Candi Borobudur. Foto: Leo Chandra/ Unsplash.com


Pengaruh Agama Hindu-Budha terhadap Kebudayaan Indonesia Kuno

Pengaruh dalam Bidang Religi

Sebelum pengaruh Agama Hindu-Budha masuk ke Nusantara, orang-orang Nusantara telah mengenal pemujaan arwah nenek moyang.

Arwah atau roh nenek moyang itu merupakan penjaga atau penguasa alam semesta. Mereka bertempat tinggal di berbagai tempat atau pada bagian alam seperti mata air dan sungai (Hamid Haean,1986:95).

Di samping itu orang-orang Nusantara juga percaya pada kekuatan gaib. Kedua kepercayaan di atas dinamakan animisme dan dinamisme.

Kepercayaan India yaitu Hindu-Budha menggeser kepercayaan animisme-dinamisme, walaupun tidak secara keseluruhan. 

Kepercayaan terhadap roh-roh dan tenaga gaib dalam animisme dan dinamisme sebenarnya ada persamaannya dengan konsep kepercayaan Hindu-Budha yaitu pada Dewa, hanya kepercayaan asli Nusantara belum diwujudkan secara nyata bentuknya dan belum dipikirkan siapakah sebenarnya roh atau kekuatan gaib itu. 

Sedangkan dalan kepercayaan Hindu kekuatan roh dan tenaga gaib telah konkrit yang tumbuh dalam Abhidharma Pittaka, berisi penjelmaan-penjelmaan mengenai soal-soal keagamaan (R. Soekmono, 1973:17).

Ajaran Budha berpangkal pada dua hal yaitu aryan dan pratityasamutpada. Kedua ajaran ini merupakan jalan untuk mencapai nirwana. Adapun mengenai ini masing-masing ajaran aryasatyani dan pratityasamutpada adalah sebagai berikut:

Aryanatyani

Berarti kebenaran utama. Berisi empat mnealah pokok yaitu:

1. hidup itu sengsara (menderita).
2. penderitaan itu disebabkan orang memlliki kehausan akan hidup yang disebut tresna.
3. penderitaan dapat dilenyapkan dengan Jalan menghl-langkan kehsusan itu.
4. treana dapat dihilangkan pula dengan Jalan menempuh Jalan yang benar, Jalan itu dinamakan aetawidha.

Pratityasamutpada

Berarti rantai sebab akibat yang terdiri dari 12 hal berangkai. Masing-maaing hal merupakan akibat dari hal terdahulu. 

Apabila semua hal yang berantai itu telah dapat ditiadakan atau dilenyapkan, maka seseorang telah mencapai suatu tingkatan kesempurnaan yang dieebut arhat. 

Seseorang dikatakan telah mencapai arhat berarti ia telah mencapai nirwana, ia tidak akan dilahirkan kembali dan lepas darl Bansara (Hamid Hasan, 1986:69).

Masyarakat pemeluk Budha disebut sangea, yang terdiri dari para pendeta (rahib) yang disebut bhiksu (laki-1aki) dan bhikauni (wanita).Pemeluk biasa disebut upasaka (Iak1-laki) dan upasika (wanita) (Zenia Rida,1986:26).

Seratus tahun setelah Budha meningal terjadi perpecahan dalam agama Budha yaitu: aliran ortodox (etavhira) dan aitran baru (mahasangghika), akhirnya nuktamar pertama tahun 1978 Maeehi kedua aliran itu menjadi dua mazhab ialah:

a. Hinayana (kendaraan kecil), beranggapan bahwa untuk mencapai nirwana orang harus berusaha sendiri-sendiri dengan tidak mengharapkan portolongan dari siapapun.

b. Mahayana (kendaraan besar), mencita-citakan sesuatu yang lebih tinggi ialah tokoh bodhisatwa yaitu seseorang yang telah memperoleh kesadaran budi (bodhi), tetapi menangguhkan nirwana untuk membantu orang lain dengan aktif dalam uaaha mereka mencapai budi (Ensiklopedia Indonesia Jilid 1,1982:533).

Perbedaan di antara kedua agama tersebut ialah: di dalam agama Budha tidak ada kasta dan menentang upacara agama yang dikuasai oleh kaum Brahmana yang terlampau kaku. 

Oleh karena itu agama Budha disebut agama masyarakat. Perbedaan lain yaitu dalan melepaskan samsara, dalam agama Hindu cara melepaakan samsara yaitu dengan melalui pemujaan-pemujaan, mempelajari Weda atau penyiksaan diri, dalam agama Budha yaitu dengan meditasi (dhyana, samadhi)(Ensiklopedi Indonesia Jilid 1,1982:532).

Pengaruh agama Hindu-Budha bagi bangea Indonesla dapat dilihat dalam prasasti-prasasti. Dart prasasti canggal dan ratu baka misalnya dapat diketahui bahwa siwa dipuja dalam kultus lingga kelamin laki-1aki dan jabatan raja serta dinasti yang memerintah dihubungan dengan kultuas itu (Harun Hadiwijono,1990:89)

Pengaruh dalam Arsitektur

Pengaruh agama Hindu-Budha meninggalkan bukti-bukti berupa bangunan kuno. Bangunan-bangunan itu umunnya berupa candi, ada yang masih berdiri dengan utuh ada pula bangunan yang berupa bekas-bekas: yang batunya berserakan belum disusun kembali. 

Bangunan-bangunan yang berserakan di seluruh Indonesia membuktikan bahwa bangaa Indonesia mempunyai dewa ketuhanan yang tinggi (Sugimun M.D.,1988:45)

Mempelajari candi kita akan mendapatkan pengetahuan tentang peninggalan sejarah dari nenek moyang bangaa Indonesia yang berupa seni bangunan, seni rupa, seni lukisan, seni ukir, dan seni pahat. 

Selain itu melalui candi kita dapat merekonstrukaikan peristiwa sejarah bangsa Indonesia yang meliputi perhubungannya dengan bangsa asing, masuknya agama Hindu-Budha serta perkembangan kerajaan-kerajaannya (R. Soekmono dalama Ayatrohaedi (Ed),1986:34).

Candi Kalasan. Foto: saintd.co



Kata candi ditafsirkan sebagai berikut:

a. candi berasal dari kata candhika, candhika lalah nama lain dari Dewa Durga sebagai dewi perusak, dewi maut. 

Candi berhubungan dengan orang-orang yang meninggal. Jadi candi merupakan makam seorang raja atau keluarganya.

b. candi berasal dari kata ndi (bahasa kawi) yang merupakan pengertian memuja, menjunjung tinggi. Sedangkan ca adalah formatif saja.Banyak kata-kata dalam bahasa Indonesia maupun bahasa daerah dimulai dengan ca : cawan,cacing, cart). 

Jadi candi dalam hal 1ni berarti tempat pemujaan (Zeniar Rida, 1986:43).

Jadi pengertian candi yang mulanya berarti semua bangunan sebagai hasil sentuh budaya Indonesia-India baik itu berupa candi atau pemandian, mengalami perubahan arti. 

Dari beberapa penelitian maka fungsi candi di Indonesia selain sebagai tempat yang diangsap suci juga dijadikan sebagat tempat pemujaan roh nenek moyang. 

Untuk dijadikan sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang, Untuk membangun candi memakai buku pegangan yang dinamakan kitab Silpasastra, sedangkan ahlinya dinamakan ciplis.

Menurut N.J.Krom, bangunan candi Hindu yang tertua di Jawa Tengah Utara adalah di komplek percandian Dieng. 

Sedangkan bangunan candi Budha terdapat di Jawa Tangah Selatan ialah Candi Borobudur, Mendur, Pawon, Kalasan, Sojiwan, Sewu (Hamid Haean,1986:76).

Walaupun pengaruh agama Hindu-Budha India bagi bangsa Indonesia sangat kuat, tetapi hal ini tidak mematikan kebudayaan asli Indonesia, bahkan terjadi bentuk akulturasi antara dua kebudayaan tersebut.

Bangaa Indonesia menerima unsur-unsur agama Hindu-Budha kemudian disesuaikan dengan kepribadian bangaa Indoneata, sehinaga menimbulkan corak kebudayaan baru pada masa itu yaitu kebudayaan Hindu Indonesia. 

Buktl dari hasil perpaduan antara dua kabudayaan tersebut misalnya kepercayaan kepada dewa-dewa.

Kebudayaan asli Indonesia sudah mengenal roh-roh alam. Roh-roh alam yang dikenal di Indonesia hanya tinggal ganti nama dengan dewa-dewa Hindu sesuai dengan kekuasaannya (Hamid Hasan, 1986:95).

Bentuk perpaduan lain dapat kita lihat pada bangunan candi. Candi di Indonesia bukanlah kuil tempat orang memuja dewa seperti di India, malainkan tempat bertemunya rakyat dengan nenek moyangnya.

Candi dengan patung induknya yang menjadi arca perwujudan bagi raja yang telah meningeal, mengingatkan kita pada punden berundak-undak dengan menhirnya (R.Soekmono,1973:126)

Posting Komentar untuk "Pengaruh Agama Hindu-Budha terhadap Kebudayaan Indonesia Kuno"