Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Candi-candi Masa Kerajaan Singosari

Candi Jago sebagai salah satu peninggalan Kerajaan Singosari. Foto: Pinterest.com


Candi-candi Masa Kerajaan Singosari -  Pada artikel kali ini Sejarah Kita akan mengulas tentang candi-candi masa Kerajaan Singosari.

1.       Candi Jawi

Candi Jawi


a.       Sejarah Berdiri

Candi ini dianggap sebagai tempat ibadah umat Hindu-Budha, namun candi tersebut sebenarnya didedikasikan sebagai candi kamar mayat untuk menghormati Raja Kertanegara, raja terakhir Singhasari. Diyakini bahwa abu mendiang raja juga ditempatkan di dua candi lagi, yaitu candi Singhasari dan candi Jago. 

Nagarakretagama canto 56 menyebutkan candi ini sebagai Jajawa. Raja Kertanegara dari Singhasari memerintahkan pembangunan candi ini untuk menyediakan tempat pemujaan bagi para penganut aliran Siwa-Budha. Menurut Nagarakretagama, pada tahun 1359 M, sekembalinya dari perjalanan panjang ke provinsi-provinsi timur, Raja Hayam Wuruk dari Majapahit singgah di candi Jajawa (Jawi) di Pandaan, di kaki Gunung Welirang. 

Tujuannya adalah untuk menempatkan persembahan di candi kakek buyutnya Kertanagara, raja terakhir Singhasari, yang dalam ingatannya candi itu telah dibangun. Nagarakretagama menggambarkan dengan sangat rinci kemegahan kompleks suci. Monumen utama, khususnya, unik karena merupakan tempat perlindungan Siwa yang dimahkotai dengan ornamen Buddha. 

Dengan demikian mencerminkan dengan jelas filosofi agama maju yang dibabarkan oleh Kertanagara, yang konon pada saat kematiannya, telah kembali ke alam 'SiwaBuddha'. Candi lebih lanjut berisi dua patung kamar mayat raja, yang mewakili esensi dari kedua agama.

 Namun, seperti yang dijelaskan Prapanca dalam puisinya, patung Buddha Akshobya telah menghilang secara misterius pada saat monumen itu disambar petir pada tahun 1331. Meskipun menyesali bahwa patung itu telah lenyap, patung itu diterima sebagai tanda keagungan Buddha. manifestasi, nyata bahwa non-makhluk atau ketiadaan

b.      Sejarah Penemuan

Candi mengalami  kondisi  rusak berat ketika pertama kali ditemukan.  Candi ini telah mengalami dua kali proyek pemugaran, yang pertama dilakukan antara tahun 1938–1941 di bawah pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan pemugaran kedua pada tahun 1975–1980. Proyek rekonstruksi candi selesai pada tahun 1982.

c.       Gaya Arsitektur dan Relief

Kompleks candi berukuran 40 x 60 meter persegi, dikelilingi tembok bata merah setinggi 2 meter. Candi ini dikelilingi oleh parit yang dipenuhi tanaman teratai berbunga. 

Candi ini berukuran tinggi 24,5 meter dengan dasar struktur berukuran 14,2 x 9,5 meter. Struktur candi tinggi dan ramping dengan atap menjulang tinggi menjulang dimahkotai dengan kombinasi puncak kubus dan stupa. 

Pintu cella utama dan tangga utama menghadap ke timur. Arca-arca Siwa ditemukan di relung-relung candi, seperti arca Nandisvara, Durga, Ganesha, Nandi dan Brahma, namun arca-arca tersebut telah dipindahkan dan disimpan di museum. Arca Durga disimpan di Museum Mpu Tantular, Surabaya, sedangkan sisanya disimpan di Museum Trowulan. 

Namun, arca Brahma tersebut hilang, kemungkinan pecah berkeping-keping karena pecahan arca dapat ditemukan di gudang penyimpanan candi. Sedangkan untuk relief terdapat di dinding candi, akan tetapi belum dapat dibaca karena kekurangan sumber referensi.

d.      Keunikan

Candi  Jawi dianggap sebagai tempat peribadatan 2 agama campuran yang dilindungi oleh Raja Kertanegara yaitu Hindu Siwa dan Buddha. Sehingga  arsitekturnya berupa campuran gaya Hindu dan Buddha.

e.       Pelajaran

Menjadi  bukti adanya penyatuan dua agama yakni Hindu-Siwa dengan agama Buddha. Terlihat kemungkinan adanya toleransi antar umat beragama antara penganut Hindu dan Buddha.

2.       Candi Singasari

Candi Singasari


a.       Sejarah Berdiri

Candi tersebut disebutkan dalam puisi Jawa Nagarakretagama canto 37:7 dan 38:3 dan juga dalam prasasti Gajah Mada tahun 1351 dan ditemukan di halaman candi. Menurut sumber-sumber ini, candi tersebut adalah candi pemakaman Raja Kertanagara (1268-1292), raja terakhir dari dinasti Singasari, yang dibunuh pada tahun 1292 oleh Jayakatwang dari Gelang-gelang dan akhirnya menyebabkan berdirinya kekuasaan Majapahit.

b.      Sejarah Penemuan

Candi ditemukan pada tahun 1803 oleh Nicolaus Engelhard. Ketika ditemukan, wilayah candi masih berupa hutan jati, menurut sumber dari buku History of Java. seorang berkebangsaan Belanda yang menjabat Gubernur Pantai Timur Laut Jawa sejak 1801-pada 1803. 

Sebagai Gubernur Pantai Timur Laut Jawa yang berkedudukan di Semarang, Engelhard bertemu dengan pimpinan keraton Surakarta dan Yogyakarta sekaligus mengunjungi Candi PrambananCandi Kalasan, dan Candi Sari pada 1802. 

Ia lalu melakukan darat ke daerah MalangJawa Timur di mana ia menemukan reruntuhan bangunan yang dikenal sebagai Candi Singasari. Engelhard adalah orang Eropa pertama yang mengemukakan beberapa perbedaan pada candi-candi yang dibangun di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Candi ini sempat dipugar pada tahun 1930-an oleh pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi proyek ini tidak selesai.

c.       Gaya Arsitektur dan Relief

Candi ini terletak di Jalan Kertanegara, Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, sekitar 10 kilometer sebelah utara dari kota Malang, di lembah antara dua pegunungan, Tengger-Bromo di timur dan Arjuno-Welirang di barat, dengan ketinggian 512 meter di atas permukaan laut. Orientasi candi menghadap ke barat laut menuju Gunung Arjuno. Ini terkait dengan kerajaan Singhasari yang bersejarah di Jawa Timur, karena situs di sekitar candi diyakini sebagai pusat istana Jawa Singasari. Bangunan candi terlihat seperti belum selesai dibangun. 

Keadaan candi yang belum selesai dapat dilihat dari kepala kala yang tidak lengkap yang terlihat di atas pintu masuknya yang lebih rendah. Candi menghadap ke barat laut. Tingkat yang lebih rendah adalah Shiva, tetapi candi ini memiliki ruang bawah tanah kedua di tingkat atas, yang merupakan dedikasi Buddhis. 

Fitur penting dari candi meliputi: Sepasang patung monolit raksasa Dvarapalas raksasa sebagai penjaga kuburan kerajaan Singhasari, Kala yang diukir dengan baik di sisi atas barat, dan Patung besar asli Siwa sebagai Batara Guru (atau, mungkin, Siwa sebagai Agastya) di cella selatan bawah. Candi ini terlihat sederhana dan tidak memiliki relief.

d.      Keunikan

Candi dimungkinkan belum selesai dibangun. Terdapat patung Raksasa Dvarapala yang memiliki  ukuran cukup besar.

e.       Pelajaran

Candi ini menggambarkan Hindu Siwa sebagai agama mayoritas di kerajaan Singasari, dengan tanda-tanda seperti ditemukannya lingga yoni dan arca Agasatya.

3.       Candi Kidal

Candi Kidal


a.       Sejarah Berdiri

Candi ini dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati, Raja kedua dari Singasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227-1248). Menurut Pararaton Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari perebutan kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring. 

Penggalan pupuh dalam kitab Negarakretagama, menceritakan hal yang berkaitan dengan Anusapati, beserta tempat pendharmaannya di candi Kidal.

b.      Sejarah Penemuan

Candi ini dibangun sekitar tahun 1248 dan dipugar pada tahun 1990-an. Di sekeliling candi terdapat sisa-sisa fondasi dari sebuah tembok keliling yang berhasil digali kembali sebagai hasil pemugaran tahun 1990-an. Terdapat tangga masuk menuju kompleks candi di sebelah barat melalui tembok tersebut namun sulit dipastikan apakah memang demikian aslinya. 

Jika dilihat dari perspektif tanah sekeliling dengan dataran kompleks candi, tampak candi kompleks Kidal agak menjorok ke dalam sekitar 1 meter dari permukaan sekarang ini. Apakah dataran candi merupakan permukaan tanah sesungguhnya akibat dari bencana alam seperti banjir atau gunung meletus tidak dapat diketahui dengan pasti.

c.       Gaya Arsitektur dan Relief

Candi ini terdiri dari tiga tingkat yang terletak di platform yang ditinggikan Terbuat dari batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Di kaki candi, tiga topeng Jawa menggambarkan kisah Garuda. Cerita ini sangat popular di kalangan masyarakat Jawa saat itu sebagai cerita moral tentang pembebasan atau ruwatan. 

Kesusastraan Jawa kuno berbentuk kakawin tersebut, mengisahkan tentang perjalanan Garuda dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penebusan air suci amerta. Narasi cerita Garudeya pada candi Kidal dipahatkan dalam 3 relief dan masing-masing terletak pada bagian tengah sisi-sisi kaki candi kecuali pintu masuk. Pembacaannya dengan cara prasawiya (berjalan berlawanan arah jarum jam) dimulai dari sisi sebelah selatan atau sisi sebelah kanan tangga masuk candi.

d.      Keunikan

Candi Kidal memiliki beberapa keunikan. Candi Kidal memiliki 3 bagian yaitu kaki, tubuh dan atap. Kaki candi tampak agak tinggi dengan tangga masuk ke atas kecil-kecil seolah-olah bukan tangga masuk sesungguhnya. Badan candi lebih kecil dibandingkan luas kaki serta atap candi sehingga memberi kesan ramping. 

Pada kaki dan tubuh candi terdapat hiasan medallion serta sabuk melingkar menghiasi badan candi. Atap candi terdiri atas 3 tingkat yang semakin ke atas semakin kecil dengan bagian paling atas mempunyai permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti ratna (ciri khas candi Hindu) atau stupa (ciri khas candi Budha). 

Masing-masing tingkat disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan. Konon tiap pojok tingkatan atap tersebut dulu disungging dengan berlian kecil.

e.       Pelajaran

Pelajaran dapat diambil dari relief kisah Garuda yang menunjukkan baktinya kepada ibunya ini juga menjadi simbol dan gambaran saat itu mengenai bakti seorang Anusapati yang meruwat ibunya.

4.       Candi Sumberawan

Candi Sumberawan


a.       Sejarah Berdiri

Situs ini telah diidentifikasi dengan Kasurangganan, atau 'taman bidadari surga', yang disebutkan dalam naskah Nagarakretagama pernah dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk dari Majapahit selama perjalanan kerajaannya melintasi wilayah kekuasaannya di Jawa Timur pada tahun 1359. Angka-angka yang tertulis di batu dagoba (stupa kecil) menunjukkan periode antara abad ke-11 dan ke-15. 

Namun, jika dilihat dari arsitektur dan gayanya, bentuk stupa yang sederhana ini diperkirakan berasal dari akhir abad ke-14 hingga awal abad ke-15.

b.      Sejarah Penemuan

Candi Sumberawan pertama kali ditemukan pada masa Hindia Belanda pada tahun 1904. Pada tahun 1935 dilakukan kunjungan peneliti dari Dinas Arkeologi. Pada tahun 1937 dilakukan pemugaran pada bagian dasar dan tumpuan bangunan, sedangkan stupa lainnya direkonstruksi secara sederhana, karena sebagian besar batu stupa dan puncak chattra hilang.

c.       Gaya Arsitektur dan Relief

Candi dibangun dengan struktur stupa. Stupa ini terdiri dari dasar bujur sangkar dan badan silinder stupa berbentuk lonceng, mirip dengan stupa gaya Borobudur Jawa Tengah, sedangkan puncaknya tidak ada. Strukturnya terbuat dari batu andesit. Strukturnya terdiri dari alas persegi, alas, dan stupa. 

Basis persegi panjang mengukur setiap sisi 6,30 meter dan tinggi 2,60 meter. Di atas alas adalah alas segi empat berukuran 5,04 m dan tinggi 1,08 meter. Stupa ini terdiri dari alas berbentuk persegi panjang berukuran 4,24 x 4,24 m, bagian bawah stupa berbentuk segi delapan, di atasnya dengan alas berbentuk teratai bulat dan badan stupa berbentuk lonceng. Tinggi stupa adalah 2,42 m. Ukuran total stupa tersebut adalah panjang 6,25 meter, lebar 6,25 meter, dan tinggi 5,23 meter.

d.      Keunikan

Candi  Sumberawan cukup unik, karena merupakan satu-satunya candi Buddha di Jawa Timur yang dibangun dalam bentuk struktur stupa.

e.       Pelajaran

Adanya toleransi di kerajaan Singasari yang mana terbukti dari dibangunnya Candi Sumberawan ini. Dari sini terlihat bahwa agama Buddha dapat hidup berdampingan mengingat kerajaan yang beragama Hindu-Siwa.

5.       Candi Jago

Candi Jago


a.       Sejarah Berdiri

Candi Jago dibangun pada tahun 1268 M dan selesai pada tahun  1280 M. Candi dibangun oleh Kertanegara sebagai pendarmaan kepada ayahnya, Wisnuwardhana. 

Nagarakretagama yang ditulis pada abad ke-14 menyebut candi ini, sebagai Jajaghu, sebagai salah satu candi yang dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk selama perjalanan kerajaannya di Jawa Timur. 

Candi tersebut juga pernah mengalami pemugaran pada tahun 1343 oleh Raja Adityawarman Selain memugar, ia juga menambahkan Arca Manjusri dan membangun beberapa candi kecil di sekitarnya

b.      Sejarah Penemuan

Candi  ini tertulis dalam History of Jawa karya Raffles. Akan tetapi situs ini telah diteliti oleh arkeolog yakni R.H.T Friederich (1854), J.F.G Brumund (1855), Fergusson (1876), dan Veth (1878). J.L.A Brandes kemudian melakukan penelitian dan menerbitkan buku yang berjudul Jago Monografi (1904).

c.       Gaya Arsitektur dan Relief

Peninggalan yang berbentuk punden berundak ini memiliki tinggi sekitar 9,97 meter, panjang 23,71 meter, dan lebar 14 meter Dulunya, mungkin lebih besar lagi karena kini hanya tersisa hanyalah kaki dan badan candi saja

Di sekitar candi juga terdapat sebuah tatakan yang terbuat dari besar dengan diameter sekitar sat meter Kemudian di bagian puncak bisa ditemukan pahatan bunga Padma

Selain itu ditemukan pula Arca Amoghapasha Sayangnya, benda purbakala tersebut sudah rusak karena bagian kepala dan tangannya sebagian patah dan hilang.

·       Relief Kresnayana: menceritakan tentang kisah cinta perjalanan Sri Kresna untuk menjemput belahan jiwanya, yaitu Dewi Rukmini Konon, kisah tersebut terinspirasi dari kehidupan Wisnuwardhana

·       Relief Kalawayana: relief ini masih ada hubungan dengan relief yang sebelumnya. Di sini, ceritanya mengenai peperangan yang terjadi antara Sri Kresna dan Prabu Kalayawana.

·       Relief Kunjakarna: pada urutan ketiga ada relief Kunjakarna yang diilhami darı kisah Buddha Mahayana Ceritanya adalah tentang seseorang yang begitu taat beribadah bernama Kunjakama. la memiliki teman bernama Purnawijaya yang sudah masuk ke neraka. Setelah mendapatkan penglihatan dari dewa kalau neraka adalah tempat yang mengerikan, ia kemudian memohon supaya bisa menyelamatkan sahabatnya. Karena kelakuannya selama ini yang baik, dewa pun kemudian mengabulkan permintaan itu.

·       Relief Pancatantra: berkisah tentang tiga orang pangeran yang tidak bisa mendengar kemudian diajari oleh seorang brahmana mengenai kehidupan dan kebijaksanaan Sesuai dengan namanya, pancatantra berisikan lima ajaran pokok yang diajarkan dengan menggunakan cerita fabel. Ajaran-ajaran tersebut adalah tentang perbedaan (Mitrabedha) kedatangan (Mitraprapti) dan peperangan dan perdamaian (Kakolukiya). Kemudian ada juga tentang kehilangan dan keberuntungan (Landhansa) dan tindakan terburu-buru (Apariksitakaritwa).

·       Relief Perthayajna dan Arjunawiwaha: merupakan relief terakhir yang terukir pada candi peninggalan Kerajaan Singasari. Ukiran tersebut berkisah tentang Pandawa yang dibuang ke hutan karena kalah dari Kurawa.

d.      Keunikan

Dalam sejarah Candi Jago adalah adanya kebiasaan raja-raja zaman dahulu untuk memugar(memperbaiki) candi-candi yang didirikan oleh raja-raja sebelumnya. Candi Jago juga telah mengalami pemugaran pada tahun 1343 M atas perintah Raja Adityawarman dari Melayu yang masih memiliki hubungan darah dengan Raja Hayam Wuruk

e.       Pelajaran

Terdapat nilai-nilai yang dapat diambil dari berbagai kisah dalam relief-relief candi Jago. Terdapat relief Sri Kresna yang menunjukkan agama Hindu, dan terdapat relief kisah Buddha yang mewakili agama Buddha. Ini menunjukkan adanya toleransi maupun campuran di antara kedua agama. Selain itu, juga candi ini dibangun sebagai bentuk bakti seorang anak kepada ayahnya, yang mana Kertanegara mendharmakan ayahnya di Candi Jago.

Posting Komentar untuk "Candi-candi Masa Kerajaan Singosari"