Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Partai-partai Politik Islam pada Masa Reformasi

Gambar: Sejarahkita.com


Oleh: Putri Rahmawati & Fajri Ana Zahrotul Jannah

Partai-partai Politik Islam pada Masa ReformasiSecara etimologis Reformasi merupakan kata berimbuhan "re-" yang bermakna kembali, sedangkan formasi berartikan susunan atau barisan sebagaimana tertera dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Reformasi 98’ sendiri tergolong public transcipt karena berisikan perlawanan yang bersifat gerakan massa dengan sistematis sesuai dengan hukum yang berlaku, memiliki konsekuensi revolusioner berupa dampak perubahan yang mempengaruhi kelangsungan hidup masyarakat, serta berpijak pada rasionalitas berupa keberpihakan pada kepentingan rakyat banyak. Kekuasaan orde baru mampu bertahan selama tiga dekade, tahun 1998 orde baru tumbang oleh gerakan reformasi yang dimotori mahasiswa. (Argenti & Rifa'i, 2015:10)

Gerakan reformasi ini dilakukan oleh para mahasiswa dari berbagai Universitas di Indonesia dengan menyampaikan aspirasi, yang tentunya juga disertai oleh golongan-golongan lain yang ikut andil dengan porsi perjuangannya masing-masing. Dampak yang sangat siginifikan pasca Reformasi dalam sudut pandang politik berupa lahirnya partai-partai politik baru yang sampai pada jumlah 171 partai politik sebagai peserta pemilu. Hal ini tentu menjadi sebuah indikasi akan meningkatnya partisipasi politik dalam masyarakat, yang sebelumnya terus didominasi hanya oleh partai-partai politik berkekuatan besar selama kurang lebih 3 dekade. (Putra, 2020: 81-82)

Ada dua hal yang dapat kita kaji bersama dari latar belakang mengapa partai-partai Islam muncul pada awal orde reformasi:

  1. Pada awal pemerintahan Orde Baru, Jenderal Soeharto sadar terdapat dua resistensi politik yang bakal dihadapi, yaitu komunisme dan Islam. Untuk menghadapi komunis Soeharto bersinergi dengan kelompok Islam. Pada sisi lain, setelah berhasil membasmi komunis sampai ke akar-akarnya, Soeharto mulai mengawasi umat Islam yang berseberangan dengan kebijakan politiknya. Strategi politik selanjutnya adalah menyederhanakan partai politik menjadi tiga partai, Golkar, PDI, dan PPP. Partai politik di luar mainstream, baik PDI maupun PPP didesain agar tidak dapat menang dalam pemilihan umum. Desain ini mengingatkan strategi politik Belanda yang disebut beamtenstaat untuk domestikasi partai politik, dan menciptakan floating mass (masa mengambang) sehingga akan mendapat keunggulan suara dalam pemilu. Apabila di suatu daerah salah satu partai politik (PDI dan PPP) itu menang, maka pembangunan di daerah itu bakal dihambat.
  2. Jatuhnya Orde Baru, kemudian menjadi triggered Muslim untuk mendirikan partai politik Islam. Berdirinya partai politik Islam yang berjumlah 20 partai politik itu, pada satu sisi, wujud dari euphoria demokrasi, tetapi pada sisi lain, partai politik Islam akan sulit sekali mendapatkan electoral threshold 2,5%.14 Akibatnya banyak partai Islam yang layu sebelum berkembang. Dengan sistem multi partai, serta banyaknya partai politik Islam justru dapat menghambat konsolidasi. Bahkan hingar-bingar pemikiran Islam politik yang akan mendirikan sistem pemerintahan model kekhalifahan dan basis syariat Islam, justru semakin berkurang basis massa mereka, kecuali basis massa militan. Realitas politik tersebut menunjukkan bahwa Islam politik sulit berkembang, dan realitas politik itu merupakan konsekuaensi dari proses Islamisasi pada abad ke-14 yang lalu. (Joebagio, 2016: 6)

Partai Politik PPP dan perjuangannya pada masa Reformasi

Keruntuhan rezim Orde Baru pada pertengahan tahun 1998 merupakan babak baru dalam kehidupan perpolitikan di Indonesia yaitu berakhirnya era otoriter dan lahirnya demokratisasi. Peluang semakin besar di Era Reformasi khususnya di bidang politik, yang diwujudkan dengan lahirnya banyak partai politik Islam. Secara resmi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) didirikan pada 5 Januari 1973, menurut undang-undang ditetapkan pada tahun 1975 partai ini mempunyai dua tujuan yakni:
  1. Memujudkan cita-cita bangsa seperti dimaksud dalam UUD 1945 dan Islam.
  2. Menciptakan masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
  3. Pada mulanya partai ini mempunyai tiga asas, yaitu : Pancasila, UUD 1945,dan Islam dan penggunaan Kakbah sebagai lambang partai. Sesuai dengan asas tujuan dan usaha diatas salah satu diantara program utama PPP digariskan pada tahun 1973 untuk memelihara persatuan umat Islam untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam segala kegiatan kemasyarakatan dan kenegaraan. (Joebagio, 2016: 4-5)
Partai Persatuan Pembangunan sejak didirikan secara ielas mengatasnamakan sebagai partai Islam dengan berazaskan Islam. Dalam perjuangannya PPP berhasil menggolkan pendidikan agama sebagai pendidikan agama disemua tingkat pendidikan ketika DPR mengadakan sidang pada tahun 1973, dan pada tahun yang sama. PPP berhasil memperjuangkan undang-undang Perkawinan yang mencerminkan aturan-aturan legalitas.

Partai yang merupakan hasil olahan Orde Baru ini memulai karir politiknya pada pemilu 1977, karena PPP baru saja muncul pada tahun 1973, tepatnya pada tanggal 5 Januari 1973. Dalam perjalanan politiknya, PPP telah beberapa kali mengalami perlakuan yang diskriminatif oleh pemerintah Orde Baru yang tidak menginginkan kekuatan Islam besar di Indonesia. Selain itu juga PPP terkenal sebagai partai percekcokan karena seringnya terjadi perpecahan dan konflik internal dalam partai. Selama itu pula tercatat ada dua konflik internal yang sempat mengancam eksistensi PPP dalam berpolitik. (Giatama & Sodiq, 2015: 35)

Pada masa Orde Baru, Partai Islam masih berupaya melegalisasi syariat Islam. PPP yang dibentuk atas fusi empat Partai Islam, yakni NU, Parmusi, PSII, dan Pergi, masih menggunakan Islam sebagai asas. PPP pada awal terbentuk mengalami dilema ideologi karena selalu dihubungkan dengan partai Islam pada masa lalu. Pada akhirnya PPP terjerumus dalam nasionalisasi ideologi yang dikenal dengan nama asas tunggal, sehingga hilang suara-suara legalisasi syariat Islam. PPP adalah hasil fusi dari partai-partai Islam yakni partai NU, PSII, Perti, dan Parmusi. Selama pemilu pada masa Soeharto, PPP dua kali menggunakan asas Islam yakni tahun 1971 dan 1977. Pertanyaannya  adalah apakah PPP merupakan representasi yang dikehendaki oleh umat Islam, sebagaimana terbentuknya Masyumi pada tahun 1945. Jawabannya, mungkin tidak perlu mencari-cari landasan teoritis restrukturisasi PPP sebagai partai Islam. Karena secara kasat mata, PPP dibentuk dengan tujuan mengubur politik Islam atau Islam politik. Pada akhirnya, baju yang digunakan PPP adalah Pancasila, mulai dari asas, lambang, sampai pada aktivitas politik, telah di nasionalisasikan, jika tidak disebut desekularisasi. PPP, baru akan disebut partai Islam setelah reformasi. (Abidin, 2011: 13)

Dengan sosok seperti itu PPP mempunyai kejelasan basis pendukung dari kalangan Islam dalam penggunaan ukuran hasil pemilu 1955, dukungan yang bisa diperoleh PPP sebenarnya berkisar 43,5%. Sebagian besar dari jumlah itu berasal dari Masyumi dan NU sebagai 2 sumber konstituante politik Islam terbesar. Akan tetapi, pada kenyataannya dengan diberlakukannya sistem dan praktik politik yang hegemoni dan tidak kompetitif, pemerintah berhasil menggembosi suara PPP, antara lain karena sejak kelahirannya PPP hanya mampu meraih peralihan suara di bawah 28%. Dalam hal perolehan suara ini, guncangan hebat dialami PPP ketika partai ini memperoleh suara 15% lebih sedikit pada tahun 1987. (Fauziyah, 2015: 3)




Dari tabel diatas yang merupakan hasil perolehan suara dan Jumlah kursi partai politik hasil Pemilu tahun 1999, sangat terlihat jelas bahwasannya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menduduki peringkat 4 teratas.

Partai Politik PBR dan perjuangannya pada masa Reformasi

Partai Bintang Reformasi (PBR) adalah kesinambungan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebagai Perubahan dari PPP Reformasi menjai PBR ditetapkan pada Muktamar luar biasa PPP Reformasi di Jakarta pada April 2003.  Akibat dari adanya konflik internal yang terjadi dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berdirilah  Partai Bintang Reformasi (PBR) (Romli, 2017: 95). Adapun konflik internal yang terjadi dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yakni adanya gerakan penggulingan wakil presiden Hamzah Haz dari jabatan ketua, yang dia pegang untuk masa jabatan 1998-2003, karena merasa tidak punya waktu untuk menjalankan partai dan menahan wakil presiden Pemimpin gerakan itu adalah KH. ZainuddinM.Z., seorang pendakwah Islam ketua kepemimpinan pusat. Dia dan anggota partai yang tidak puas lainnya berencana untuk mendirikan partai baru yang disebut PPP Reformasi. Setelah pertemuan antara ketidakpuasan dan Hamzah Haz, Hamzah setuju untuk mengakomodasi tuntutan kelompok Zainuddin untuk restrukturisasi  dan pembentukan kembali kepemimpinan PPP. Sehingga Partai Bintang Reformasi merupakan nama baru dari partai Persatuan Pembangunan Reformasi.yang di deklarasikan tanggal 20 Januari 2022. Penggabungan dari Partai Indonesia Baru, Partai Ummat Muslimin Indonesia, Partai Kebangkitan Muslim Indonesia, dan partai Republik.

Partai Bintang Reformasi (PBR) mendapat banyak dukungan diantara didukung oleh puluhan LSM, ormas, para Ulama, Cendikiawan, Pedagang, Mahasiswa, Buruh dan Petani. Pada pemilu tahun 2004, partai ini sempat mengusulkan ketua umumnya yakni KH. Zainuddin MZ yang dikenal dengan sebutan Da’I sejuta umat, sebagai yang dipersiapkan sebagai presiden.  Adapun dampak dari adanya konflik internal yang terjadi antara PPP dan PBR. Hubungan PPP dan PBR semakin renggang dan tidak harmonis setelah itu. Tercermin antagonisme kelas yang sangat besar dari tingkat cabang hingga pusat antar partai tersebut. Dampak yang dihasilkan dari konflik internal ini pun berbeda-beda, PPP tetap berhasil mempertahankan eksistensinya dan berhasil tetap eksis di kancah perpolitikan nasional hingga sekarang. Akan tetapi PBR harus rela gulung tikar lebih awal dan tereliminasi dari khazanah perpolitikan nasional seperti penyelesaian dari teori perjuangan kelas milik Karl Marx. (Giatama & Sodiq, 2015, 36-37)

Partai Politik PKS dan perjuangannya pada masa Reformasi

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) atau yang mempunyai nama awal Partai Keadilan atau PK didirikan pada tanggal 20 Juli 1998, dalam acara konferensi pers di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta dengan presiden pertamanya yaitu Nurmahmudi Isma’il, dan, pada tanggal 9 Agustus dideklarasikan di Jakarta, di dalam puncak pendirian partaipartai. Partai Keadilan Sejahtera atau PKS lahir dari gerakan Tarbiyah dari beberapa kampus di Indonesia. Gerakan Tarbiyah sendiri awalnya lebih berfokus sebagai gerakan dakwah yang muncul di awal 1980-an di era Orde Baru (Abidin, 2020). Partai Keadilan merupakan hasil dari fenomena gerakan sosial keagamaan yang tumbuh sepanjang tahun 1980-an sampai era reformasi. Awal munculnya gerakan dakwah kampus yang menjadi asal mula Partai Keadilan atau PK ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh pemikiran kalangan modernis islam dimasa lalu dipaparkan dengan baik oleh Masyumi tidak secara otomatis membuat jamaah gerakan dakwah ini juga mewakilkan aspirasi politiknya kepada penerus-penerus Masyumi. 

Asal muasal PKS dari gerakan dakwah kampus yang meliputi serangkaian kegiatan yang berfokus pada agama yang dilakukan oleh para mahasiswa dan untuk kalangan mahasiswa di kampus. Pada awal 1980-an, dakwah kampus mulai memperkenalkan istilah usrah (dalam bahasa arab yang berarti “keluarga”) dan mulai melakukan pengaturan dan pelatihan bagi anggota-anggotanya dengan sistem dan program yang lebih bersahabat. Usrah merupakan kelompok-kelompok kecil yang saling berkaitan dekat. Dari stuktur organisasi seperti ini, dakwah kampus berkembang pesat dan masjid-masjid kampus sejak itu menjadi pusat aktivitas mereka. 

Partai-partai politik muncul secara bersamaan ketika demokrasi di buka. Seperti halnya Partai Keadilan Sejahtera, yang merupakan perubahan dari Partai Keadilan pada pemilu tahun 2004. Dari gerakan sosial bernama Tarbiyah PKS lahir, lalu PKS menjadi partai politik yang basis sosialnya adalah sekelompok pemuda muslim kelas menengah perkotaan yang berpendidikan. Berbeda dengan partai politik lainnya, PKS mampu meraih simpati publik dengan mengerahkan kader dan simpatinya untuk kegiatan bakti sosial yang sedang berlangsung, tidak hanya saat menjelang pemilu. PKS tampil sebagai “partai kader” yang menerapkan standar ketat dalam proses rekrutmen dan pelatihan angggota-anggotanya, dan membantu korban alam di Indonesia. (Muhtadi, 2012: 32-37)

Keberhasilan perolehan suara Partai Keadilan Sejahtera pada pemilu tahun 2004 merupakan bukti awal bahwa Partai Keadilan Sejahtera mendapat respon yang baik dari masyarakat. Pada pemilu 2004, perolehan suara Partai Keadilan Sejahtera mencapai 7,3%. PKS merupakan bentukan baru sebuah partai untuk melakukan tugas utama dakwah di semua sisi bidang kehidupan, terutama di bidang politik di Indonesia. PKS percaya bahwa jawaban untuk melahirkan Indonesia yang lebih baik di masa depan adalah dengan mempersiapkan kader-kader yang berkualitas baik secara moral, intelektual, dan profesional. Partai Keadilan Sejahtera sangat peduli dengan perbaikan-perbaikan ke arah terwujudnya Indonesia yang adil dan sejahtera. Kepedulian inilah yang menapaki setiap jejak langkah dan aktifitas partai, dari sebuah identitas yang belum dikenal sama sekali dalam jagat perpolitikan Indonesia hingga dikenal dan eksis sampai saat ini. Sebagai partai yang menduduki peringkat 7 dalam Pemilu 2004, dan meningkat pada Pemilu 2009, yaitu menduduki peringkat ke-4 tingkat nasional, PKS bertekad untuk meningkatkan daya pengaruhnya dalam setiap pemilihan umum.

Masalah yang dihadapi Partai Keadilan Sejahtera yaitu para anggota/kader tidak merasa puas terhadap kepemimpinan partai. Sehingga banyak anggota/kader yang mulai meninggalkan partai tersebut, disebabkan terjadinya pertengkaran internal partai, korupsi para petinggi partai serta tidak adanya kesepahaman para kaderisasi. Disisi lain rendahnya minat untuk berprestasi para anggota/kader partai. Hal ini disebabkan berubahnya sistem kaderisasi partai, serta penentuan calon kepala daerah yang diusung dan rekrutmen caleg Partai Keadilan Sejahtera juga tidak mempertimbangkan aspek-aspek kualitas anggota/kader.

Sumber

Gili Argenti & Maulana Rifa’I,(2015) Jurnal Ilmiah Solusi,” Islam Politik Era Reformasi

Pergulatan Ideologi Partai Politik Islam Antara Formalis dan Subtansi”, Vol.1 No.4 

Gilang Rizki Aji Putra,(2020), ADALAH : Buletin Hukum & Keadilan, “ Reformasi di Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Politik Islam”, Vol.4 No.2, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hermanu Joebagio, (2016), JURNAL AGASTYA, “ Membaca Politik Islam Pasca Reformasi”, Vol.6 No.1.

Ikrar, (2003) “Jurnal Al-Syir’ah”, Partai-Partai Islam di Indonesia: Latar Belakang dan Dinamika Perjalanannya, Vol.1 No.2.

Kahfi Ananda Giatama dan Ibnu Sodiq, (2015) “Journal of Indonesian History”, Sejarah Perjalanan PPP Pasca Orde Baru: Dinamika Politik dalam Mengatasi Konflik Internal Partai, Universitas Negeri Semarang: Oktober.

Zainal Abidin,(2011) Disertasi, Partai Politik Islam Era Reformasi: Studi Tentang Politik Pragmatis PPP, PBBB, dan PKS), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Ade Hikmatul Fauziyah, (2003) SKRIPSI, Sikap Politik Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dalam             Suksesi Kepemimpinan Negara Pada Pemilu 2014, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Indra Pahlevi, (2014)“Politica”, Dinamika Sistem Pemilu Masa Transisi di Indonesia, Vol.5 No.2.

Lili Romli, (2017) Political,  “ Koalisi Dan Konfllik Internal Partai Politik Pada Era Reformasi”, Coalition and Internal Party of Reform Era in Indonesia, Peneliti Utama Pusat Penelitian Politik LIPI dan Staff Pengajar Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Vol.8, No.2. 

Husain Zainal Abidin, “Perkembangan Partai Keadilan Sejahtera Tahun 1998-2017”, Jurnal Ilmiah                    Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 2020, Vol. 5, No. 1.

Burhanuddin Muhtadi, (2012), Dilema PKS, Suara dan Syariah, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 









Posting Komentar untuk "Partai-partai Politik Islam pada Masa Reformasi"