Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Pengaruh Pemikiran Muhammad Abduh terhadap Pendidikan Islam di Indonesia



Biografi Singkat Muhammad Abduh

Muhammad Abduh atau Muhammad bin Hasan bin Hasan Khairullah merupakan seorang tokoh pemikir Islam yang lahir pada tahun 1849 M. Beliau lahir dari pasangan Abduh bin Khairullah dan Junainah binti Uthman al-Kabir. Muhammad Abduh dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sangat taat akan agama. (Harun Nasution, 1975: 59)

Muhammad Abduh mulai belajar ketika berusia 12 tahun dengan mendalami hafalan Al-Qurán. Ketika berusia 16 tahun Muhammad Abduh menikah pasca meninggalkan kegiatan pembelajaran akademisnya di Masjid Tanta. Kepulangannya dari Masjid Tanta dilatarbelakangi oleh ketidakpuasannya terhadap sistem pengajaran hafalan yang diterapkan, sehingga hal ini juga lah yang mendorong Muhammad Abduh bertekad untuk mengubah sistem pendidikan di Mesir. (Mohamamd Khozin, 2015: 14)

Muhammad Abduh mempelajari begitu banyak mengenai Islam. Hal ini juga dipengaruhi oleh kehadiran pamannya, Darwisy Khadr yang kental akan ilmu sufi dan tarekat Syadzili. Abduh juga banyak mempelajari mengenai ajaran tasawuf.

Pada tahun 1866, Muhammad Abduh menempuh pendidikan di Al-Ahzar selama empat tahun lamanya. Kemudian, Abduh memtuskan untuk keluar dari Al-Azhar karena lagi-lagi sistem pendidikan yang diterapkan terkait metode pembelajaran dan kurikulum pendidikan tidak cocok untuknya. Metode hafalan di luar kepala yang digunakan di Al-Azhar tanpa adanya pemahaman inti yang diterangkan membuat Muhammad Abduh memutuskan untuk hengkang. Metode pembelajaran ini sama dengan seperti yang ia dapatkan di Masjid Tanta. Dalam keberjalanannya, kemudian Muhammad Abduh bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani, seorang pemikir Islam, aktivis politik, dan seorang jurnalis. Muhammad Abduh kemudian menjadi murid al-Afghani pada tahun 1971, ketika ia mulai menetap di Mesir. (Komaruzaman, 2017: 92)

Muhammad Abduh kemudian belajar kepada al-Afghani terutama mengenai teologi dan filsafat. Disamping itu, beliau memutuskan pula untuk kembali menempuh pendidikan di Al-Azhar dan lulus di tahun 1877 dengan mendapatkan gelar Alim. Dalam pengalaman kerja, beliau sempat mengajar di Al-Azhar, Dar Al-Ulum, dan juga memanfaatkan waktunya untuk menulis mengenai masalah politik, sosial, dan khususnya terkait dengan pendidikan nasional di Mesir yang semakin meningkat. (Komaruzaman, 2017: 93)

Pemikiran Muhammad Abduh dalam Pembaharuan Pendidikan Islam

Ketertarikan Muhammad Abduh terhadap pembaharuan pendidikan khususnya di Mesir dilatarbelakangi oleh pengalamannya sendiri dalam mengenyam pendidikan di Mesir. Keluarnya beliu di madrasah pertamanya disebabkan karena ketidakcocokan akan metode pengajaran menggunakan hafalan tanpa ada tafsiran atau pemahaman inti yang dapat ia terima.

Kemudian ketika ia mendapatkan kesempatan untuk menjadi dosen di dua universitas besar dan ternama masa itu, yakni Al-Azhar dan Darul Ulum, mendorong Muhammad Abduh untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu mengadakan perubahan dan pembaharuan dalam perguruan tinggi terkait menghidupkan kembali pendidikan dan Islam sesuai dengan metode-metode modern yang disesuaikan dengan kemajuan zaman, mengubah cara-cara pengajaran yang kolot, dan mengembangkan kesusastraan Arab.

Ketika usianya yang ke 26 tahun, sekitar tahun 1871, Muhammad Abduh telah menulis beberapa karya kitab, diantaranya ialah Risalat al-Aridab pada tahun 1873dan Hasyiat Syarb al-Jalal al-Dawwani li al ‘Aridah pada tahun 1875. (Muqoyyidin, 2013: 293)

Abduh gemar dalam menulis mengenai ilmu-ilmu tasawuf, ilmu kalam, dan teologi. Selain itu, ia juga menulis dalam bentuk artikel-artikel mengenai pembaharuan atas idenya yang dimuat dalam surat kabar al-Ahram.

Pada tahun 1880, ia bekerja untuk surat kabar al-Waqaí al-Mishriyah, disini lah ia kemudian menuliskan kritik terhadap pemerintah dan aparat yang bertindak sewenang-wenang. Pada tahun 1894, ketika ia dilantik menjadi salah satu anggota panitia al-Azhar, ia kemudian memanfaatkan kesempatan ini untuk merealisasikan ide-ide pembaharuannya. Muhammad Abduh menyarankan berdirinya Universitas Mesir. (Muqoyyidin, 2013: 294)

Proses perjuangannya dalam pembaharuan khususnya pendidikan Mesir juga dilatarbelakangi karena kondisi masyarakat Mesir pada saat itu yang masih diwarnai dengan taqlid, bidáh, dan khurafat. Pemikiran masayarakat Mesir dianggap masih statis dan hilangnya kebebasan intelektual masyarakat yakni kebabasan berpikir.

Sistem pendidikan yang masih kolot dan diskriminatif, dimana para wanita tidak memperoleh pendidikan mendorong Muhammad Abduh untuk memperbaiki sistem yang ada di Mesir. Sebelumnya, pendidikan di Mesir dibagi menjadi dua, yakni sekolah modern dan sekolah agama. Di sekolah modern, siswa hanya mendapatkan pengetahuan mengenai ilmu-ilmu eskak dan banyak terpengaruh dari Barat, sedangkan sekolah Islam hanya memberikan pelajaran mengenai ilmu-ilmu agama dan masih dominan bersifat pendidikan tradisional.

Pembaharuan pendidikan Islam ala Muhammad Abduh adalah modernisasi dengan penekanan nilai dan prinsip dasar keberahamaan Islam yang essensial dengan menekankan pada perbaharuan pemahaman mengenai Islam itu sendiri.

Terdapat beberapa perubahan yang dilakukan Muhammad Abduh terkait dengan sistem pendidikan, yakni: (1) Tujuan pendidikan adalah untuk mencapai keseimbangan antara akal dan jiwa. Menurutnya, dengan jiwa manusia dapat mengetahui dan memahami hakikat alam yang sudah ada dan dengan akal manusia dapat mengetahui dan memahami misterti di balik hakikat alam yang sudah ada. Hal ini ditekankan pada penerapan institusional dengan membagi tiga jenjang pendidikan, yaitu Tingkat Dasar bertujuan untuk mengajari siswa hal-hal mendasar seperti menulis, membaca, dan berhitung; Tingkat Menengah bertujuan membentuk siswa yang nantinya siap bekerja untuk menjadi pegawai pemerintah; dan Tingkat Tinggi yang bertujuan untuk mencetak tenaga pendidikan yag berkualitas, (2) Kurikulum Sekolah, yakni penekanan pada dualisme pendidikan dengan sekola-sekolah umum hanya fokus mengajarkan pendidikan agama dan al-Azhar memberikan ilmu-ilmu yang datang dari Barat. Materi kurikulum yang diberikan yakni akidah Islam, fiqih, dan sejarah, (3) Metode pembelajaran yang menekankan pada pemahaman, metode latihan dan pengalaman, serta metode keteladanan dan cerita, (4) Mencanangkan pendidikan bagi perempuan Mesir. (Muqoyyidin, 2013: 300-303)

Pengaruh Muhammad Abduh terhadap Pendidikan Islam di Indonesia

Di Indonesia sendiri pada masa pergerakan nasional sudah muncul tokoh-tokoh pergerakan dan juga tokoh-tokoh Islam yang berjasa pada masanya salah satunya ialah K. H. Ahmad Dahlan. Beliau merupakan pendiri organisasi keagamaan Muhammadiyah dan merupakan putra keempat dari K. H. Abu Bakar.

Ahmad Dahlah merupakan keturunan ketujuh dari Maulana Malik Ibrahim, salah satu wali songo. Ahmad Dahlah atau yang memiliki nama kecil Muhammad Darwis lahir dan dibesarkan dalam lingkungan kraton Ngayogyakarta dan keluarganya  kental akan Islam. Pendidikan pertama yang diterima Ahmad Dahlah berasal dari sang ayah yang mengajarkan mengenai keIslaman. Beliau menjadi salah satu tokoh pembaharu Islam di Indonesia. Kiblat beliau dalam hal ini ialah Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan tokoh-tokoh pemikir Timur Tengah, seperi al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha. (Wahyu Lenggono, 2018: 48)

Muhammad Abduh menjadi salah satu tokoh panutan K. H. Ahmad Dahlan hingga ia menggunakan basis perjuangan dengan penekanan nilai-nilai Islam melalui berdirinya organisasi Muhammadiyah.

Dalam keberjalanannya kemudian di tempuhlah jalur pendidikan sebagai salah satu metode untuk memperkenalkan Islam dan memperjuangkan kemerdekaan rakyat yang saat itu masih dijajah oleh pemerintah kolonial Belanda. Pada saat itu, masih berkembang stigma dalam masyarakat bahwa rakyat yang menempuh pendidikan Gubernurmen yakni pendidikan yang diselenggarakan Belanda dianggap kafir. Selain itu, pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah juga sebagai reaksi terhadap adanya keterbelakangan pendidikan karena terjadinya dualism pendidikan, yakni pendidikan Barat yang hanya diperbolehkan untuk kalangan atas dan pendidikan Islam pesantren yang mulai teriosalasi akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan kemodernan zaman.

Dalam melaksanakan pendidikan ini, K. H. Ahmad Dahlan berkiblat pada pemikiran dan pembaharuan Muhammad Abduh. Hal ini terlihat salah satunya dengan dimasukkannya kurikulum pendidikan. Pendidikan Islam tradisional sebelumnya hanya diselenggarakan secara sederhana tanpa adanya kurikulum atau cakupan materi apa saja yang akan diterima siswa. Muhammadiyah kemudian menyempurnakan kurikulum pendidikan Islam dengan memasukkan pendidikan agama Islam dan pelajaran pengetahuan umum. Seiring perkembangannya, kemudian didirikan sekolah-sekolah bercirikan Muhammadiyah dengan nama Kweekschool yang berfokus untuk mencetak tenaga pendidik atau guru. (Wahyu Lenggono, 2018: 57) Dalam pelaksanaan pendidikan. K. H. Ahmad Dahlan menekankan pada terbentuknya insan yang taat akan agama dan memiliki pengetahuan ilmu yang tidak terbatas, baik dalam segi agama maupun pengetahuan umum. Modernisasi metode pengajaran juga terlihat dengan tidak hanya sebatas hafalan, namun juga penekanan terhadap pemahaman.

Referensi:

Andik Wahyun Muqoyyidin. (2013). Pembaharuan Pendidikan Islam Menurut Muhammad Abduh. Jurnal Pendidikan Islam, No. 28, Vol 2, Diakses dari: https://www.researchgate.nrt/publication/303949631_PEMBAHARUAN_PENDIDIKAN_ISLAM_MENURUT_MUHAMMAD_ABDUH

Falasipatul Asifa. (2018). Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh dan Kontribusinya terhadap Pengembangan Teori Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam, No. 1, Vol 15, Diakses dari: http://ejorunal.uin.suka.ac.id/tarbiyah/index.php/jpai/article/view/1863

Harun Nasution. (1975). Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 59

Juni Prasetya. (2019). Konsep Pendidikan Islam Muhammad Abduh Serta Implikasinya terhadap Pendidikan Islam Modern. KORDINAT: Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, No. 2, Vol 18, Diakses dari: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/kordinat/article/view/1149/5803

Komaruzaman. (2017). Studi Pemikiran Muhammad Abduh dan Pengaruhnya terhadap Pendidikan di Indonesia. TARBAWI, No. 01, Vol 3, Diakses dari: https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tarbawi/article/download/1781/1521/

Mohammad Khozin. (2015). Muhammad Abduh dan Pemikiran-Pemkirannya, SASTRANESIA Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, No. 3, Vol 3, Diakses dari: https://www.researchgate.net/publication/338541819_Muhammad_Abduh_dan_Pemikiran-Pemikirannya

Syaifuddin Qudsi. (2016). Pemikiran Pendidikan Muhammad Abduh dan Proses Modernisasi Pesantren di Indonesia. DIROSAT: Jurnal of Islamic Studies, No. 1, Vol 1, Diakses dari: http://ejournal.idia.ac.id/index.php/dirosat/article/view/5

Wahyu Lenggono. (2018). Lembaga Pendidikan Muhammadiyah (Telaah Pemikiran K. H. Ahmad Dahlan tentang Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Islamadina: Jurnal Pemikiran Islam, No. 1, Vol 19, Diakses dari: http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/ISLAMADINA/article/download/2897/2047

Posting Komentar untuk "Pengaruh Pemikiran Muhammad Abduh terhadap Pendidikan Islam di Indonesia"