Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Biografi dan Pemikiran Karel Steenbrink



Biografi dan Pemikiran Karel Steenbrink

Karel A. Steenbrink adalah salah seorang ilmuwan yang lahir di Breda, Belanda, 16 Januari 1942. Ia berasal dari keluarga Katolik yang taat juga sebagai anak ke-10 dari 12 bersaudara. Ayahnya bernama Henricus Fransiscus Steenbrink, adalah seorang yang rajin beribadah ke gereja. Setiap dua kali sehari, pagi dan malam, dia mengikuti ibadat di gereja. Dia menyukai ibadat gereja yang anggun dan ramai, di gedung gereja yang bagus, dengan paduan suara dan pakaian ibadat yang indah. Bermodal dari kemampuannya sebagai seorang pegawai dinas pajak, dia secara sukarela membantu pengelolaan keuangan paroki di tempat tinggalnya.

Di sisi lain, ibunda Steenbrink, bernama Carolina Johanna van Vliet, lebih suka beribadah sendirian di kapel, berdoa dan bermeditasi di depan patung Bunda Maria. Kesibukannya mengurus anak-anaknya yang banyak, membuatnya tidak punya cukup waktu untuk ibadat yang ramai di gereja. Ibunya juga menyukai pemujaan terhadap orang-orang suci (para santo), sementara ayahnya tidak. Kelak setelah dewasa, Steenbrink merasa bahwa dua model keberagamaan yang dijalani kedua orangtuanya itu akan dapat mempengaruhi dirinya. Ia tertarik kepada agama resmi sebagaimana diajarkan para pemegang wewenang keagamaan, dan pada saat yang sama dia juga mengapresiasi perilaku keagamaan orang awam yang kadangkala dianggap menyimpang.

Melalui catatan boigrafinya, pemikiran Karel A. Steenbrik dalam studi Islam beberapa dipengaruhi oleh dosen-dosen yang pernah mengajarnya saat diperguruan tinggi seperti Prof. Joen Houben (1904-1973), seorang Jesuityang ahli bahasa Arab dan Filsafat Islam dan Prof. Arnult Camps (1925-2006), seorang pengajar sejarah hubungan Islam dan Kristen dalam mata kuliah Missiologi dan menulis disertasi tentang sejarah para Jesuit di istana Raja Akbar, India yang berusaha mempertemukan berbagai agama yang dikenal sebagai Din Ilahi.

Riwayat Pendidikan dan Karir Karel A. Steenbrink

Pada tahun 1954, Steenbrink remaja memasuki pendidikan persiapan seminari bernama Missiehuis Pater Damiaan yang didirikan oleh Congregation of the Sacred Hearts of Jesus and Mary (Kongregasi Hati Kudus Jesus dan Maria). Setelah lulus dari lembaga ini, kemudian dia melanjutkan studi di seminari tinggi yang disebut Philosophicum. Setelah melewati masa sebagai novisiat di Breda selama setahun, Steenbrink akhirnya resmi diterima sebagai anggota Kongregasi pada 1961 (Bakker 2006: 15-16).

Setelah tamat dari seminari, Steenbrink melanjutkan studi di Universitas Katolik Nijmigen dalam bidang kajian bahasa Arab dan Islam. Ia mengenang, betapa sedikit orang yang berminat dalam bidang kajian ini ketika itu. Semula mahasiswanya berjumlah 13 orang. Tetapi setelah tiga bulan, tinggal tiga orang saja, dan kemudian di tahun kedua tinggal dua orang belaka. Tidak jelas apa sebenarnya yang mendorong Steenbrink memilih bidang studi yang langka peminat itu.

Sebagai alumni seminari, rasanya lebih alamiah jika dia memilih studi di bidang kajian teologi, filsafat, sejarah gereja, atau kajian kitab suci (Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru). Tetapi Steenbrink memilih kajian bahasa Arab dan Islam. Mengapa? Tampaknya pengaruh Konsili Vatikan II cukup besar terhadap para pemimpin dan calon pemimpin Katolik ketika itu, lebih-lebih bagi generasi muda seperti Steenbrink.

Pada 1965, Vatikan menerbitkan Nostra Aetate(Pada Zaman Kita), salah satu dokumen penting Konsili Vatikan II, yang isinya antara lain menganjurkan umat Katolik untuk menghargai apapun yang baik dari agama-agama lain, dan menyebut Islam sebagai agama yang wajib dihormati, antara lain karena kaum Muslim sangat menghormati Isa sebagai Nabi dan ibunya Maryam sebagai wanita suci. Steenbrink tampaknya terdorong oleh semangat Nostra Aetateitu. Ia ingin mengenal Islam sebagai suatu langkah untuk membangun dialog.

Selain beberapa pendidikan yang telah dia tempuh, dia kemudian mulai meniti karirnya. Adapun karirnya dimulai pada tahun 1973-1978 sebagai guru agama pada Secondary School di Eindhoven. Pada tahun 1978-1989 berkesempatan mengikuti program kerjasama antara Universitas Leiden dan Institut Agama Islam Negeri (the National Institute of Islamic Studies of Indonesian), yaitu di Leiden (1978-1979), Jakarta (1981-9183) dan Yogyakarta (1984-1988), sebagai peneliti senior pada IIMO (the Interuniversity Institute of Missiological and Ecumenical Studies), Utreach, Nederlan; 1992-1993 Professor tamu pada the Institute of Islamic Studies, McGill University di Montreal, Canada.

Saat ini, disamping menjalankan tugasnya di IIMO pada Dept. of Utreach University, bersama Paule, sang istri, Steenbrink juga banyak menghabiskan waktunya dalam upaya-upaya dialog dan hubungan antar agama, misalnya mengelola majalah Begrip, untuk hubungan Kristen-Muslim di Belanda dan majalah Steenbrink-Times. 

Selain itu, dari pengaruh camps, Steenbrink ingin mengkaji tafsir di lapangan pada masyarakat Muslim. pada bulan Maret tahun 1970, ia memilih Indonesia sebagai objek penelitian lapangannya. Beberapa tempat pendidikan Islam/pesantren yang ia teliti diantaranya meliputi beberapa wilayah Jawa dan Sumatera. Penelitian lapangan yang paling lama yaitu selama tiga bulan ia lakukan di pondok pesantren Gontor, Jawa Timur. Ia tertarik pada pesantren tersebut karena pesantren ini masih mempertahankan model pendidikan ala pesantren tradisional dan pada saat yang sama berusaha memodernkan diri.

Apakah Karel A. Steenbrink Masuk Islam?

Dari pemaparan tokoh Snouck, seperti yang kita ketahui bahwa Snouck menyatakan diri masuk Islam tapi itu hanya berupa sandiwara belaka dan kepura-puraan. Tujuannya hanya untuk mendapatkan akses masuk ke kota suci Mekah dan berdialog dengan para ulama serta mendapatkan teks-teks Islam guna kepentingannya. Dalam hal ini Steenbrink sangat berbeda dengan Snouck. Steenbrink tidak pernah menyatakan diri meninggalkan Katolik dan pindah agama Islam. 

Dia justru menyatakan bahwa dirinya tetap ingin menjadi Katolik, tetapi pada saat yang sama dia ingin berpartisipasi dalam ibadah salat yang dilaksanakan para santri Gontor. Hal tersebut dia lakukan bukan sebab sekedar pelaksanaan metode penelitian/observasi partisipatif, akan tetapi diambil dari ringkasan ‘stellingen’, Steenbrink menganjurkan kemungkinan seseorang memiliki ‘keanggotaan ganda’ dalam beragama, misalnya sebagai Katolik sekaligus Muslim. Keanggotaan ganda ini, katanya bisa dikiaskan dengan kemungkinan keanggotaan ganda di kalangan gereja-gereja Protestan di Belanda. (Bruinessen 2006:192)

Beberapa Karya Karel A. Steenbrink

Karel A. Steenbrink merupakan sosok yang memiliki perhatian cukup besar dalam persoalan dialog antara barat dengan Islam. Dalam hal tersebut, dia tidak segan-segan melakukan kajian kritis terhadap tradisi orientalisme dan mengungkap serta membuka kelemahan-kelemahannya. Hal ini terlihat melalui beberapa karyanya dalam buku-buku seperti :

  • ”Dutch Colonialism and islam indonesi: Conflict and Contact 1596-1950” (Amsterdam: Rodopy, 1993), yaitu sebuah buku yang mendapatkan banyak apresiasi dari kalangan pemikir muslim. Secara umum buku tersebut memberikan penjelasan dan gambaran mengenai pembentukan wacana orientalisme yang tidak bisa lepas dengan kepentingan politik kolonial (Belanda). Khusus edisi Indonesia, diberikan epilog tentang hubungan Islam dan Kristen dalam periode pasca Salman Rushide dan pasca jatuhnya komunis, ketika fundamentalisme Islam dijadikan kambing hitam baru oleh media Barat.
  • Karel A. Steenbrink berjudul “Mencari Tuhan dengan kacamata barat, kajian kritis mengenai agama di Indonesia” (Yogyakarta, IAIN Suka Press, 1988)  menggambarkan tradisi ilmiah orientalisme (dalam arti luas)  dalam melakukan tradisi studi tentang agama-agama (Religious Studies),  serta variasi variasi di dalamnya.

Selain karya-karyanya yang berbentuk dalam kumpulan buku-buku, adapula beberapa artikelnya yang membicarakan orientalisme dan tawaran dialognya, diantaranya:

  • ”Berdialog dengan Karya Kaum Orientalisme”, dalam Ulumul Quran,vol. 3, no. 2, 1992.
  • “Orientalism and Occidentalism: a Note about the Didactis of Intrreligious Academic Discourse”, dalam Exchange, vol. 22, 1993.
  • “Science of Religion as a Guardian for Religious Pluralism and Harmony and Qur’anic Guidelines for Interreligious Dialogue, Some Reflections on the dutch and indonesian Experiences”, dalam Religiosa, vol 2(1996).
  • “Islam dan Politik, beberapa catatan mengenai pemikiran Islam Dr. C. Snouck Hurgronje”, dalam Panji Masyarakat, no. 478, 1 Sept. 1985.
  • “Indonesia Politics and a Muslim Theology of Religions: 1965-1990”, dalam Religiosa, Vol.4/2(1997).
  •  “Muslim-Christian Relations in the Pancasila State of Indonesai”, dalam The Muslim World, 88(1998); dan lain-lain.

Di samping itu,  ada beberapa karyanya yang lain yang menyakut beberapa aspek tentang Islam di Indonesia abad ke-19 (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), Perkembangan Teologi dalam Dunia Kristen Modern (Yogyakarta: IAIN Suka Press, 1987) dan Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam Kurun Waktu Modern (Jakarta: LP3ES, 1986). Beberapa karya ini di perlukan untuk membantu memahami kerangka pemikiran kerangka steenbrink.

Pemikiran Karel A. Steenbrink

Adanya Perhatian orang Eropa pada Islam, awalnya muncul diakibatkan karena dunia Kristen merasa terancam oleh umat Islam yang dalam periode singkat, Islam dapat menduduki wilayah yang luas, termasuk sejumlah wilayah mayoritas Kristen. Islam sendiri dipandang tidak lebih dari penyimpangan atau bid’ah dari Kristen yang dianggap satu satunya sumber kebenaran. Di samping itu juga berkembang suatu perhatian pada dunia Islam meski sangat terbatas, dimana semakin banyaknya ilmuwan Eropa menaruh perhatian pada teks-teks Arab yang menyampaikan warisan ilmiah klasik Yunani dan Romawi yang seluruhnya lenyap di Eropa Tengah dan Barat.

Sebagai akibat sikap defensif Barat terhadap ekspansi kekhalifahan Islam yang meluas pada saat itu, citra buruk Islam di Barat saat itu tampak makin tegas dan lengkap. Citra buruk itu terutama dihembuskan oleh para penulis Kristen dan Barat, dengan tujuan antara lain oleh adanya dorongan psikologis bagi tentara-tentara Kristen yang pergi ke medan perang Salib melawan tentara-tentara Islam. Demikianlah, kajian tentang Islam pada masa ini sangat dipengaruhi citra Islam yang memang sedemikian buruknya. “Garmbaran yang salah, palsu, penuh prasangka dan fitnah mengenai Islam menurut kacamata kaum Barat mendapatkan bentuk yang hampir definitif pada periode ini,” demikian kata Steenbrink. Pada masa ini, fokus kajian meliputi tiga tema, yaitu al-Qur’an, kenabian Muhammad, dan penyebaran agama melalui penaklukan (ijab).

Meski demikian, citra buruk Islam muncul juga disebabkan lantaran bias-bias kultural atau etnosentris, bahkan rasial, yang didorong oleh Eurosentrisme yang berkembang pesat saat itu. Di sinilah kajian Barat menemukan era baru, yangmana oleh Steenbrink disebut sebagai “konfrontasi kolonialisme“. Konfrontasi itu memang sudah dimulai pada akhir abad ke-15 melalui usaha Spanyol dan Portugis, lalu disusul Inggris pada abad ke-17, lalu Belanda dan Perancis. Dan puncak kolonialisme ini terjadi pada periode antara tahun 1830 dan 1930, ketika sebagian umat Islam di dunia ini langsung atau tidak langsung ditempatkan di bawah pemerintah Barat. Dalam kondisi dan latar belakang sosial-politik ini, sudah tentu para ilmuwan Barat tidak bisa lepas sama sekali dari keterpengaruhan.

Kemudian Steenbrink juga menggambarkan bagaimana situasi pendidikan Islam pada awal abad ke 20. Ada dua hal yang disampaikannya, yaitu:

Pertama, pengajaran Al Quran. Menurutnya ini adalah pendidikan yang paling sederhana karena hanya dipusatkan pada Al Quran, terutama surat al-fatihah dan surat-surat pendek di dalam juz ‘amma. Biasanya hanya dilaksanakan secara individual di rumah kyai, guru, langgar, atau surau. Selain membaca, para santri juga dituntut untuk dapat menghafal. Di samping itu terkadang para guru juga mengajarkan kaidah-kaidah tajwid dan bacaan-bacaan dalam shalat serta beberapa do’a.

Kedua, pengajian kitab. Pada umumnnya pengajian kitab ini berbeda dengan pengajian Al-Quran. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu:

  • Para murid pengajian kitab ini pada umumnya masuk asrama dalam lingkungan lembaga    pendidikan agama Islam yang lazim disebut dengan pesantren.
  • Mata pelajaran yang diberikan kepada murid lebih banyak dari pada pengajian Al Quran.
  • Pendidikan tidak hanya diberikan secara individual tetapi juga secara berkelompok.

Untuk meresapkan jiwa ke-islaman, pesantren tidak hanya dihormati sebagai tempat belajar, akan tetapi lebih ditekankan sebagai tempat tinggal yang seluruhnya dipenuhi dan diresapi dengan nilai-nila agama. Tidak ada tempat lain yang melaksanakan shalat berjama’ah dengan penuh kekhusyu’an selain di pesantren. Pada malam hari suara lantunan ayat-ayat Al Quran terdengar merdu. Pada pertigaan malam para santri dengan penuh keta’atan melaksanakan shalat malam bersama-sama.

Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia

Ada 4 faktor pendorong penting yang mengarahkan pada perubahan Islam di Indonesia pada permulaan abad ke 20, yaitu:

  • Semejak tahun 1900 di beberapa tempat muncul keinginan untuk kembali kepada Quran dan Sunnah yang dijadikan titik tolak untuk menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada. Tema sentral dari kecenderungan ini adalah menolak taqlid. Dorongan ini juga dipengaruhi oleh Muhammad Abduh dan murid-muridnya yang juga menyuarakan penolakan atas taqlid. Meskipun sebagian besar umat Islam tetap berpegang pada apa yang dibawa oleh empat mazhab, khususnya mazhab imam Syafi’i.
  • Perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda. Penentangan terhadap kolonialisme selalu bersifat nasionalis. Organisasi yang didirikan atas dasar Islam tidak semuanya berhasil mempertahankan dasar ini karena ketidakkonsitenan mereka.
  • Usaha yang kuat dari orang-orang Islam untuk memperkuat organisasinya di bidang sosial ekonomi, baik demi kepentingan mereka sendiri maupun untuk kepentingan rakyat banyak.
  • Dorongan pembaharuan pendidikan Islam. Karena cukup banyak orang dan organisasi Islam tidak puas dengan metode tradisional dalam mempelajari Quran dan studi agama, maka pribadi-pribadi dan organisasi Islam pada permulaan abad ke 20 ini berusaha memperbaiki pendidikan Islam baik dari segi metode maupun isinya. Mereka juga mengusahakan kemungkinan memberikan pendidikan umum untuk orang Islam.

Referensi:


Muhammad Muslih ,”RELIGIOUS STUDIES : Problem hubungan Islam dan Barat (Kajian atas Pemikiran Karel A.Steenbrink)”.Yogyakarta. Mandiri Percetakan. 2003.

Karel A. Steenbrink,”Pesantren, Madrasah, Sekolah : Pendidikan Islam dalam Kurun Modern”. LP3ES. 1991.

Dawam Rahardjo Muhammad,”Pesantren, Madrasah, Sekolah : Dunia Pesantren dalam Peta Pembaharuan”. LP3ES. Jakarta. 1995.

Posting Komentar untuk "Biografi dan Pemikiran Karel Steenbrink"